Ekonomi dan Bisnis

Menelaah Visi Larangan Impor Ma’ruf Amin, Sudah Tepatkah?

Jakarta – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin telah resmi ditunjuk sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019-2024.

Dalam visinya, Ma’ruf Amin berupaya untuk memperkuat perekonomian nasional dengan berkomitmen membatasi angka impor nasional. Dirinya bahkan optimis dapat melepas belenggu ketergantungan impor yang telah terjadi.

“Tidak boleh negara ini tergantung pangan dari luar negeri, makanya kita harus penuhi. Tidak boleh ada impor. Masa impor jagung, gula,” kata Ma’ruf Amin di Kantor PBNU Jakarta, Kamis 9 Agustus 2018.

Namun benarkah dengan adanya pembatasan impor tersebut dapat secara langsung menstabilkan harga bahan pangan serta perekonomian nasional. Serta sudah tepatkah kebijakan tersebut?

Menanggapi visi ekonomi tersebut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira menilai, kebijakan pembatasan impor tidak harus ditarik pada titik ekstrim. Dirinya menilai, beberapa sektor industri masih perlu bahan baku yang berasal dari impor.

Baca juga: Larang Impor, Ma’ruf Amin Ingin RI Jadi Negara Pengekspor

“Tidak bisa ditarik titik ekstrim kemudian anti impor pangan. Yang lebih tepat adalah impor terencana dan terkendali. Impor sebagian pangan masih dibutuhkan misalnya soal impor gandum karena adanya pergeseran pola konsumsi masyarakat kelas menengah bawah,” kata Bhima ketika dihubungi oleh Infobank di Jakarta, Jumat 10 Agustus 2018.

Selain itu, niatan Ma’ruf Amin untuk dapat mengurangi impor jagung juga harus dipertimbangkan kembali. Sebab bila terjadi pengurangan impor yang ekstrim pada sektor jagung dikhawatirkan akan berdampak pada harga pangan ternak yang melambung.

“Untuk jagung juga harus hati-hati. Kalau impor jagung main distop hasilnya seperti sekarang pakan ternak mahal dan berujung kenaikan harga telur dan daging ayam,” tambah Bhima.

Sebagai informasi, tingginya impor dan lemahnya ekspor menyebabkan neraca perdagangan pada triwulan II 2018 defisit US$1,02 miliar. Meskipun ekspor tumbuh 7,7 persen (yoy) namun dibandingkan triwulan I 2018 justru mengalami penurunan sebesar 0,89 persen, sementara impor tetap meningkat 0,48 persen (qtq)

Walau begitu, dirinya berharap Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya dapat lebih memperkuat perekonomian nasional dengan kebijakan yang membangun dan lebih mementingkan pasar. (*)

Suheriadi

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

12 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

13 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

13 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

15 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

15 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

18 hours ago