oleh Agung Galih Satwiko
YIELD SBN tenor 10 tahun sejak akhir tahun 2015 sampai tanggal 20 April 2016 menunjukkan tren penurunan. Dimana yield SBN tenor 10 tahun pada akhir tahun lalu tercatat sebesar 8,74% turun terus hingga mencapai level 7,41% pada tanggal 20 April lalu, atau turun 133 bps. Jika ditranslasikan ke harga, maka dengan modified macaulay duration sekitar 7, maka penurunan yield 133 bps akan ditranslasikan ke kenaikan harga sebesar 7 x 133 bps yaitu sebesar 9,3%. Jadi dalam waktu kurang dari empat bulan, pemegang obligasi bertenor 10 tahun telah memperoleh kenaikan harga sebesar 9,3%. Jika melihat data IBPA, harga obligasi Pemerintah seri FR0056 yang jatuh tempo tahun 2026 telah naik dari 97,7 pada akhir tahun lalu menjadi 107,2 pada tanggal 20 April 2016 lalu, atau naik sebesar 9,5% dalam waktu kurang dari 4 bulan. IHSG pada periode yang sama memberikan tingkat imbal hasil sebesar sekitar 6,1%.
Namun demikian sejak tanggal 20 April 2016 hingga penutupan kemarin (25 April 2016), yield SBN naik 26 bps, kenaikan yang cukup signifikan dalam tiga hari perdagangan. Kenaikan yield SBN dalam tiga hari terakhir membuat investor SBN mengalami penurunan harga/merugi. Sebagai ilustrasi, pemegang obligasi seri FR0056 mengalami penurunan harga dari 107,2 pada tanggal 20 April menjadi 105,4, atau turun 1,8% dalam tiga hari.
Faktor apa yang membuat yield SBN naik dalam beberapa hari ini. Faktor utama yang ditengarai menyebabkan kenaikan yield tersebut adalah naiknya yield UST (US Treasury Bonds). Seiring dengan menguatnya harga minyak dan kembalinya appetite investor terhadap instrumen investasi yang berisiko seperti saham, maka banyak investor melakukan shifting dari safe haven asset ke aset yang lebih berisiko. UST pada bulan ini tengah dalam periode naik, dimana sejak 7 April hingga 25 April, UST 10 tahun naik dari 1,68% menjadi 1,91%, atau naik 23 bps. Adapun antara 20 April sampai 25 April UST naik sekitar 13 bps. Kenaikan tingkat bunga acuan di US tersebut akan ditranslasikan kepada kenaikan tingkat bunga SBN di pasar domestik. Secara historis tingkat korelasi keduanya mencapai di atas 0,7. Nilai tukar Rupiah dalam periode 20 April sampai 25 April 2016 juga menunjukkan pelemahan sekitar Rp55, dari Rp13.144 menjadi Rp13.199 per USD. Dengan mengacu pada prinsip interest rate parity maka pelemahan Rupiah dan naiknya tingkat bunga UST berkorelasi dengan naiknya yield SBN domestik.
Selanjutnya perlu juga dilihat spread atau selisih antara yield UST dengan SBN Rupiah yang secara umum menggambarkan kombinasi risiko kredit dan risiko nilai tukar yang dikenakan investor dengan membeli SBN Rupiah. Spread ini secara historis terus menunjukkan penurunan. Dalam lima tahun terakhir, spread tertinggi dicapai tanggal 29 September 2015 dimana saat itu mencapai 775 bps sebelum terus turun. Untuk tahun 2016 spread antara SBN 10 tahun dengan UST 10 tahun yang di awal tahun 2016 tercatat sebesar 658 bps, pada 20 April lalu telah turun menjadi sebesar 557 bps, atau turun 101 bps. Artinya persepsi risiko kredit dan risiko nilai tukar terhadap Indonesia telah turun cukup signifikan. Namun demikian dalam tiga hari belakangan spread kembali naik dari 557 bps menjadi 576 bps.
Kenaikan spread terhadap UST menunjukkan terdapat faktor fundamental domestik yang turut berperan dalam mempengaruhi naiknya yield SBN. Mengapa demikian? Karena jika tidak maka seharusnya spread tersebut tetap, dan yield SBN akan naik mengikuti kenaikan yield UST saja. Namun ternyata kenaikan yield SBN Rupiah lebih besar daripada kenaikan yield UST sehingga dapat disimpulkan terdapat faktor domestik yang turut berperan. Dalam hal ini faktor tersebut diperkirakan ialah lelang SUN (Surat Utang Negara) yang akan dilakukan hari ini, selasa 26 April.
Dalam sejarahnya, pelaku pasar akan menggiring yield naik menjelang lelang SUNSBSN untuk memperoleh imbal hasil yang terbaik pada saat lelang sehingga di pasar sekunder pascalelang pelaku pasar akan memperoleh kenaikan harga karena yield kembali ternormalisasi. Hal ini wajar di banyak negara, dan oleh Pemerintah sering disebut sebagai new issue premium di pasar perdana. Yang tidak wajar ialah apabila new issue premium yang diminta terlalu tinggi. Dan hal ini sangat dipengaruhi oleh struktur pasar itu sendiri, kombinasi pemain besar di pasar SBN, permintaan investor, dan juga kebutuhan pendanaan Pemerintah.
Demikian menurut penulis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kenaikan yield SBN dalam 3 hari ini yaitu kombinasi faktor eksternal berupa naiknya yield UST dan faktor domestik yaitu pelemahan Rupiah dan event risk berupa lelang SUN hari ini. (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK.
Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More
Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 75,08 atau dalam… Read More
Jakarta - PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk (DEPO) hari ini mengadakan paparan publik terkait kinerja… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono turun tangan mengatasi kisruh yang membelit Koperasi Produksi Susu… Read More