Pasar akan memperhatikan kebijakan suku bunga BI dalam rapat dewan gubernur hari ini. Konsensus pasar memperkirakan, BI akan mempertahankan suku bunga pada level 7,5%. Dwitya Putra
Jakarta–The Federal Reserve atau Bank Sentral Amerika Serikat yang biasa disebut The Fed akhirnya menaikan suku bunga dari 0%-0,25% menjadi 0,25%-0,50%. Hal ini seiring keyakinan Bank sentral Amerika Serikat yang percaya, ekonomi dalam negerinya akan semakin kuat.
Langkah tersebut disambut positif oleh pasar karena pasar melihat adanya kepastian. Hal ini bisa dilihat dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pagi tadi dibuka melonjak 58.668 poin atau 1,31% ke level 4,542.121.
Bagaimana pengaruhnya ke sektor lain, seperti properti? Dan apa langkah Bank Sentral Indonesia, dalam hal ini BI, menyikapi The Fed. Apakah BI bakal ikut “latah” dan menaikan acuan suku bunga perbankan?
Jika menelik kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed tentu tergolong kecil, namun bisa berdampak pada jutaan investor bahkan pembeli rumah atau properti. Karena bukan tidak mungkin, pasca kenaikan tersebut BI juga menaikan suku bunga, dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan menjaga investor tidak lari dari Indonesia.
Artinya, jika BI rate ikut naik, potensi perbankan nasional untuk menaikan suku bungapun terbuka lebar. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memicu bunga KPR juga melonjak tajam.
“Pada siang nanti, pasar tampaknya akan memperhatikan kebijakan suku bunga BI dalam rapat dewan gubernur hari ini. Konsensus pasar memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga pada level 7,5%,” ujar Tim Riset Samuel Sekuritas Indonesia, Kamis, 17 Desember 2015.
Sebelumnya, Analis Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO), Guntur Tri Hariyanto mengatakan kepada Infobank, ada baiknya kenaikan Fed Fund Rate (FFR) bisa dipastikan, sehingga meskipun ekonomi Indonesia akan mengalami tekanan yang cukup besar, tetapi kemudian ekonomi dapat pulih kembali. Dampak kenaikan FFR yang lebih nyata ujarnya akan lebih baik bagi ekonomi, karena kemudian program penguatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih terarah.
Dibandingkan dampak dari ketidakpastian akan naiknya FFR, seperti beberapa bulan terakhir, sehingga membuat Rupiah dan IHSG sudah cenderung melemah meskipun belum terjadi. Sedangkan dampak riil-nya pada ekonomi belum terjadi secara penuh.
“Harapan positif bisa dilihat dari paket kebijakan ekonomi dan implementasi program pembangunan yang lebih merata yang dilakukan pemerintah. Diharapkan semua pihak dapat mendukung program-program positif pemerintah sehingga ancaman nyata kenaikan FFR dapat dihadapi degan lebih baik,” ujarnya beberapa waktu lalu. (*) Dwitya Putra
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More
Jakarta - Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More
Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) buka suara terkait dengan transaksi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS)… Read More