Oleh Chandra Bagus Sulistyo
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dan Presidensi G20 di Bali, beberapa waktu lalu, mengingatkan kembali bahwa ekonomi dunia dilanda ketidakpastian di 2023. Tidak ada yang memprediksi apa yang akan terjadi di 2023. Resesi dimulai dari negara-negara maju, dan merembet ke negara-negara berkembang. Hanya negara-negara yang mempunyai fundamental ekonomi kuat yang bakal selamat dari resesi global.
Saat ini, tanda resesi global terlihat dari adanya kenaikan suku bunga oleh The Fed, yang berpengaruh pada penyusutan likuiditas global, yang dapat memperlambat pemulihan di seluruh kawasan negara dunia. Pengetatan moneter di Amerika Serikat (AS) telah menyebabkan investor menarik uang mereka keluar dari negara-negara ekonomi berkembang, dan memicu depresiasi mata uang di sebagian besar ekonomi dunia.
Karena itu, bangsa ini perlu memperkuat fundamental perekonomian nasional dalam menghadapi ancaman dampak resesi global. Salah satu caranya yaitu melalui pemberdayaan, penguatan, dan transformasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) nasional.
UMKM Resilien Berbagai Badai
Mengapa harus UMKM sebagai penyelamat ekonomi bangsa? Sejarah telah membuktikan keandalan UMKM menjadi katup penyelamat ekonomi bangsa menghadapi krisis. Karakteristik UMKM yang cepat beradaptasi dengan lingkungan, tahan banting, dan mempunyai semangat juang tinggi membuat keberadaannya sangat membantu dalam menstabilkan pertumbuhan ekonomi nasional. Wajar, kalau UMKM dinobatkan sebagai katup penyelamat perekonomian Indonesia di setiap kondisi krisis.
Ketangguhan sektor UMKM memang tak bisa dipandang sebelah mata. Resiliensi UMKM terlihat dari pengalaman berbagai krisis yang menghantam negeri ini. Lihatlah krisis ekonomi, moneter, dan politik Indonesia pada 1998. Waktu itu, negara mengalami pelemahan nilai rupiah hampir 208%, sehingga berdampak pada pemutusan hubungan kerja di banyak sektor usaha. Pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam sampai minus 13,1% pada 1998 (dari positif 4,7% pada 1997). Inflasi melonjak menjadi 88% dan cadangan devisa tinggal US$17 miliar. Pengusaha banyak yang lari ke luar negeri, dan bahkan sebagian besar memailitkan diri dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu.
Namun, di tengah kondisi ekonomi yang karut-marut, UMKM mengambil peran penting menjadi penyelamat ekonomi bangsa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, meskipun jumlah UMKM pascakrisis ekonomi 1997-1998 turun sebesar 7,42% (dari 39.765.110 unit menjadi 36.813.578 unit), pertumbuhan sumbangan produk domestik bruto (PDB) justru naik drastis sebesar 52,24% (dari Rp363,2 triliun menjadi Rp552,9 triliun). Selain itu, pertumbuhan nilai ekspornya naik 76,48% (dari sekitar Rp39,27 triliun menjadi Rp69,31 triliun). UMKM menjadi buffer zone dan backbone dalam menyelamatkan keterpurukan negara kala itu.
Begitu pun pada krisis keuangan global 2008 lalu, PDB Indonesia masih tercatat tumbuh 5,8% karena konsumsi rumah tangga yang cukup kuat. Di tengah melandainya nilai tukar rupiah dan tingginya inflasi, UMKM mampu menjadi bantalan ekonomi Indonesia. Hal ini karena terbatasnya keterkaitan UMKM dengan pasar global, tidak adanya utang luar negeri yang diambil oleh UMKM, dan orientasi UMKM mendominasi pasar lokal.
Terakhir, saat badai COVID-19 menerjang seluruh dunia sehingga menyebabkan resesi ekonomi dan The Great Lockdown (2020-2021). Meski juga terdampak, UMKM tetap dapat membuktikan jati dirinya sebagai penyangga ekonomi nasional. Kondisi ini terlihat dari peran UMKM yang masih menyumbang sebanyak 73% total tenaga kerja nasional, 37,3% PDB nasional dengan transaksi sebesar Rp4.235 triliun (data Akumindo, ABDSI, serta Kemenkop dan UKM, 2021). Dari berbagai kondisi krisis tersebut, sektor UMKM konsisten menunjukkan keandalannya sebagai penopang perekonomian nasional.
Mengapa UMKM resilien terhadap resesi global? Pertama, umumnya UMKM menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat dengan kebutuhan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang merosot ketika terjadi krisis tidak berpengaruh banyak terhadap permintaan barang dan jasa yang dihasilkan UMKM. Hal ini berbeda dengan yang dialami usaha skala besar atau korporasi yang justru bertumbangan saat krisis ekonomi terjadi.
Kedua, sebagian besar UMKM tidak banyak berhubungan dengan pasar luar negeri. Pelaku UMKM umumnya memanfaatkan sumber daya lokal, mulai dari sumber daya manusia (SDM), modal, bahan baku, hingga peralatan. Artinya, sebagian besar kebutuhan UMKM tidak mengandalkan barang impor.
Ketiga, UMKM cepat beradaptasi dengan melakukan shifting produk dan jasa. Di saat pandemi COVID-19, banyak UMKM yang mengalihkan usahanya ke sektor-sektor prospektif, misalnya sektor makanan dan minuman, penyediaan obat dan alat kesehatan, dan lainnya.
Vaksin Booster KUR
Lalu, bagaimana caranya agar UMKM mampu tampil sebagai penopang perekonomian nasional yang kuat di saat ancaman resesi global? Ada sejumlah langkah agar UMKM kuat dan tangguh dalam menopang perekonomian nasional.
Pertama, pemberian booster vaksin ekonomi berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada UMKM secara konsisten. Terlebih di saat krisis, UMKM sangat memerlukan akses pembiayaan perbankan terjangkau, mudah, dan murah. KUR adalah solusi pembiayaan yang tepat dan efektif bagi UMKM. KUR sendiri merupakan kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM yang feasible tapi belum bankable.
Data Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan realisasi KUR per 30 November 2022 sebesar Rp323,13 triliun serta telah disalurkan kepada lebih dari 6,71 juta debitur. Jumlah pelaku usaha penerima KUR tersebut merupakan angka fantastis yang mempunyai efek domino dalam menggerakkan dunia usaha terutama sektor riil. Diharapkan vaksin booster KUR mampu menjadi obat imun ekonomi bagi UMKM terkait kemudahan pemberian modal di tengah rezim suku bunga tinggi.
Kedua, create pasar potensial baru di luar negeri. Perlunya exit strategy dengan membangun kemitraan dagang dengan negara-negara luar untuk pasar baru. Pasar-pasar luar negeri yang kondusif harus mulai menjadi orientasi ekspor, agar UMKM bisa melanjutkan geliat pertumbuhannya. Untuk itu, pemerintah melalui berbagai perwakilannya di luar negeri perlu memfasilitasi UMKM agar bisa mengakses pasar secara lebih luas. Kolaborasi dengan diaspora pengusaha Indonesia perlu dilakukan dalam membantu kemudahan mengakses pasar.
Ketiga, digitalisasi. Menurut World Bank (2021), 80% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan (kondisi persaingan bisnis) yang lebih baik. Dalam ekosistem ekonomi digital yang makin menguat, UMKM harus membekali diri dengan kecakapan digital.
Keempat, pelaku UMKM milenial. Populasi generasi muda mencapai 64% dari total penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut, 73% anak muda Indonesia berminat wirausaha. Hal ini harus didorong untuk menghadirkan momentum entrepreneur muda yang produktif dan kompetitif. Saatnya UMKM milenial tampil menjadi keyplayer utama pelaku bisnis yang ulet, kreatif, dan mempunyai peran besar dalam perekonomian nasional.
Kelima, penggunaan barang dan jasa UMKM secara masif. Faktor demand harus terus dioptimalkan keberadaannya. Selain bantuan sosial (bansos), demand dapat melalui belanja barang dan jasa lembaga pemerintah. Arahan Presiden, yang meminta 40% pengadaan barang dan jasa pemerintah berasal dari UMKM, harus segera direalisasikan. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, Presiden juga menegaskan perlunya Percepatan Peningkatan Produk Dalam Negeri (P3DN) untuk produk usaha mikro, kecil, dan koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
BUMN telah diinstruksikan dengan tegas untuk memberi kesempatan kepada pelaku UMKM menjadi vendor. Bahkan, untuk mendukung program ini, Kementerian BUMN mempunyai platform PaDi UMKM dengan menyiapkan pasar bagi UMKM binaan agar dapat mengakses pasar ke segenap instansi BUMN secara digital. Diharapkan UMKM mampu mengakselerasi fundamental perekonomian nasional yang kuat dan tangguh sehingga terhindar dari ancaman resesi global. Semoga!
*) Penulis adalah Group Head of Government Program, Division of Small Business and Program BNI
Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More
Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More