News Update

Masuk Era BANI, Rhenald Kasali Sarankan Industri Keuangan Lakukan Ini

Poin Penting

  • Rhenald Kasali menjelaskan bahwa dunia kini memasuki era BANI (Brittle, Anxious, Non Linear, Incomprehensible), menggantikan konsep VUCA dan TUNA karena kondisi global yang makin rapuh, cemas, tidak linear, dan sulit dipahami.
  • Dalam sistem pembayaran digital, tantangan utama meliputi kepercayaan terhadap keamanan, integrasi lintas negara, skalabilitas, regulasi, dan edukasi pengguna.
  • Rhenald menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, sikap adaptif, dan keberanian menghadapi ketidakpastian agar industri keuangan, termasuk asuransi, tidak “sakit” di tengah era BANI.

Bali – Dunia saat ini tengah masuk ke dalam era yang penuh dengan ketidakpastian. Mulai dari konflik geopolitik sampai krisis kesehatan, membuat kondisi global menjadi unpredictable. Oleh karena itu, muncul istilah VUCA dan TUNA.

VUCA adalah singkatan dari volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Sedangkan TUNA adalah singkatan untuk turbulency, uncertainty, novelty (kebaharuan), dan ambiguity. Nah, setelah dua singkatan tersebut, ada lagi singkatan baru untuk menggambarkan kondisi saat ini, yakni BANI (Brittle, Anxious, Non Linear, dan Incomprehensible).

“Apa yang dikembangkan dalam VUCA, ternyata sekarang sudah tidak relevan. Sekarang namanya BANI,” jelas Pendiri Rumah Perubahan dan Profesor FEB UI, Rhenald Kasali saat membawa paparan berjudul “Peran Sistem Pembayaran Digital bagi Pertumbuhan Ekonomi dan UMKM Indonesia” dalam acara Prima Awards 2025 di The Mulia Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis, 23 Oktober 2025.

Baca juga: 4 Strategi Ciptakan Resiliensi Sistem Pembayaran ala Praktisi Hongkong, Apa Saja?

Ia menerangkan, istilah brittle dalam bahasa Inggris mengacu pada sesuatu yang terlihat kokoh di luar, tapi sebenarnya rapuh. Itulah yang menggambarkan kondisi saat ini. Yang mana, banyak pihak merasa kuat dan sanggup, namun sebenarnya tak luput dari goncangan masalah dan kegagalan.

Sementara anxious mengacu pada perasaan tak berdaya akibat merasa tak bisa mengontrol segala sesuatunya (the illusion of control). Lalu, non linear berarti tak ada lagi jalan lurus untuk mencapai sesuatu. Serta, incomprehensible mengacu pada sikap seolah-olah mengetahui banyak hal, namun sebenarnya, hanya sedikit yang diketahui.

“Jadi, sekali lagi, semuanya itu berantakan. Ada problem, kemudian dicatat oleh scientist, lalu ada inovasi. Inovasi kemudian melahirkan industri baru dengan product and services, terjadi kompetisi baru,” papar Rhenald.

“Tapi pada saat yang bersamaan, akan ada problem-problem baru. Oleh karena itu, setiap problem harus diidentifikasi, dan identifikasi harus kita angkat ke permukaan. Ini masalahnya di dunia kita,” sambungnya.

Kekacauan kondisi global yang terepresentasikan lewat singkatan BANI itulah, yang saat ini melanda berbagai sektor usaha, tanpa terkecuali sektor keuangan.

Rhenald katakan, sektor keuangan menghadapi sejumlah tantangan dalam menerapkan sistem pembayaran digital di era seperti sekarang. Tantangan-tantangan itu meliputi kepercayaan atas security, integrasi, scalability, regulation, dan user education.

“Kemudian, bagaimana mengintegrasikan lintas negara, bagaimana scalability-nya, regulasinya. Kemudian, juga harus ada user education. Nah, ini banyak industri yang berpotensi sakit. Jika kita tak speak up, kita biarkan ini semua terjadi, maka akan banyak industri yang mati di Indonesia,” cetusnya.

Salah satu sektor industri keuangan yang mendapatkan sorotan dari Rhenald ialah industri asuransi. Ia katakan, banyak perusahaan asuransi besar yang risk based capital (RBC)-nya terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

Berdasarkan pengalamannya sebagai komisaris pada dua perusahaan asuransi, kondisi demikian disebabkan oleh mentalitas silo, biaya operasional perusahaan (akuisisi konsumen dan pemrosesan bisnis) yang mahal, ekosistem yang tak terbangun, kegagalan dalam mengidentifikasi masalah oleh industri maupun pemerintah, hingga kompetisi yang sengit.

Baca juga: Perkuat Ketahanan Siber, RINTIS Undang Mitra Jaringan PRIMA ke Bali

“Terkait akuisisi, harus memberikan insentif yang besar kepada para agen. Kemudian, medical cost naik, beban klaim meningkat. Makanya, banyak orang Indonesia berobat ke Malaysia, karena memang murah di sana. Belum lagi ada saling bajak agen. Harus dipikirkan, jangan sampai industri keuangan sampai sakit seperti ini,” tekan Rhenald.

Rhenald mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan kompleksitas permasalahan yang ada, setiap pihak harus menghilangkan sikap egosentris, dengan bersikap saling terbuka untuk berkolaborasi menyelesaikan setiap tantangan.

Setiap pihak perlu memiliki sikap adaptif, aktif mencari jalan keluar, perluas jejaring pertemanan, berani bertindak, dan lentur merespons perubahan dalam menghadapi era BANI.

“Terbuka pada kemungkinan tak terduga, sadar bahwa dunia saling terkait dan tidak semua bisa diprediksi, aktif mendatangi (menjemput solusi),” tukas Rhenald. (*) Steven Widjaja

Galih Pratama

Recent Posts

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI, Bukti Peran Strategis dalam Stabilitas Ekonomi RI

Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More

9 mins ago

Segini Kekayaan Menhut Raja Juli Antoni yang Diminta Mundur Anggota DPR

Poin Penting Menhut Raja Juli Antoni dikritik keras terkait banjir dan longsor di Sumatra, hingga… Read More

26 mins ago

DJP Tunjuk Roblox dan 4 Perusahaan Digital Jadi Pemungut PPN, Ini Rinciannya

Poin Penting Roblox resmi ditunjuk DJP sebagai pemungut PPN PMSE, bersama empat perusahaan digital lainnya.… Read More

30 mins ago

BEI Tekankan Kolaborasi dan Tanggung Jawab Bersama Bangun Masa Depan Hijau

Poin Penting PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan kolaborasi lintas sektor (pemerintah, dunia usaha, investor,… Read More

1 hour ago

Balikkan Keadaan, Emiten PEHA Kantongi Laba Bersih Rp7,7 M di September 2025

Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More

2 hours ago

Unilever Bakal Tebar Dividen Interim Rp3,30 Triliun, Catat Tanggalnya!

Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More

2 hours ago