Oleh Agung Galih Satwiko
Jakarta–Pasar saham Asia hari Senin 11 Januari 2016 kembali ditutup melemah. Kekhawatiran mengenai semakin melemahnya ekonomi China, melemahnya Yuan terhadap USD sebesar 1,5% minggu lalu, dan respon Pemerintah atau Otoritas China yang dipandang belum cukup efektif untuk menenangkan pasar membuat pasar saham China dan Asia turun.
Indeks Hang Seng turun 2,76%, Shanghai Composite turun 5,33%, CSI 300 index turun 5,03%, Kospi Korsel turun 1,19% dan Singapore STI turun 1,54%. Sementara pasar Eropa melemah setelah harga minyak terus turun. FTSE 100 Inggris turun 0,68%, DAX Jerman turun 0,25%, CAC 40 Perancis turun 0,48% dan IBEX 35 Spanyol turun 0,26%. Pasar ekuitas US kemarin ditutup menguat tipis, walaupun harga minyak terus turun. DJIA ditutup naik 0,32%, Nasdaq turun 0,12% dan S&P 500 naik 0,10%.
PBOC kemarin melakukan fixing Yuan pada level 6,5833 Yuan per USD lebih kuat dibandingkan level pada hari Jumat sebesar 6,5938 Yuan per USD. PBOC menghentikan fixing Yuan ke arah yang lebih rendah selama 8 hari berturut-turut minggu lalu, dan mulai memberikan fixing Yuan ke arah Yuan yang lebih kuat.
Chief Economist PBOC, Ma Jun, menyatakan bahwa pelaku pasar telah salah melihat dan memahami daily fixing rate Yuan sebagai upaya PBOC melemahkan Yuan terhadap USD. Menurut Ma, fixing Yuan didasarkan pada closing price hari sebelumnya dan perubahan yang terjadi dalam basket currencies yang dijadikan patokan. Mata uang Yuan tidak di-pegged terhadap USD, namun terhadap basket currencies mitra dagang China. Pegging mata uang Yuan hanya terhadap USD akan mengakibatkan volatilitas yang berlebihan.
Masih dari China, Pemerintah China mengingatkan spekulan bahwa aksi short selling terhadap Yuan tidak akan berhasil. China memiliki amunisi yang cukup kuat untuk melakukan intervensi terhadap aksi short selling Yuan. Jika melihat data historical dalam periode pertumbuhan ekonomi china yg tinggi, devaluasi mata uang China diperkirakan masih akan berlanjut sampai mendekat level 8CNY/USD. Sebab rate sekarang membuat barang-barang China diluar negeri sudah kemahalan sekitar 25% ditengah melemahnya daya beli global. Diprediksi, kan ada gejolak-gejolak susulan dari China sampai titik tersebut tercapai.
Masih dari Asia, Jepang mengumumkan current account surplus bulan November sebesar 1,14 triliun Yen (USD9,7 miliar). Current account bulanan di Jepang telah mencatat surplus selama 17 bulan berturut-turut. Dari Indonesia, hasil survey Bloomberg untuk BI rate yang akan ditetapkan pada hari kamis mendatang menunjukkan sekitar 60% pengamat memperkirakan penurunan BI rate ke level 7,25%. Tingginya BI rate menurut Head of Research ING telah membuat Surat Berharga Negara (SBN) sebagai salah satu instrument carry trade terbaik di Asia.
Harga minyak WTI crude Nymex untuk pengiriman Februari turun USD1,75 (5,3%) ke level USD31,41 per barrel meneruskan kejatuhan harga minyak sebesar lebih dari 10% minggu lalu. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman Februari turun USD2 (6%) ke level USD 31,55 per barrel, harga terendah sejak 2004. Harga minyak terus menurun akibat penguatan mata uang USD, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi china, dan produksi minyak dan shale gas US yang masih cukup besar. Namun dalam jangka menengah tampaknya produksi minyak US akan turun.
Laporan dari US menyebutkan bahwa jumlah kilang minyak US yang beroperasi turun 20 kilang menjadi 516 kilang. Yield UST sedikit meningkat karena antisipasi investor terhadap tambahan supply dari lelang UST tenor panjang pada hari Rabu dan Kamis. UST 10 year naik 2,8 bps ke level 2,16%, sementara UST 30 year relatif naik 5 bps ke level 2,96%. German bund 10 year naik 2,1 bps ke level 0,54%. Harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, jika yield naik maka harga obligasi akan turun dan sebaliknya.
Pasar SUN relative stabil, yield SUN tenor 10 tahun turun 3 bps ke level 8,77%. Di tengah krisis pasar saham China awal tahun ini, yield SUN relative stabil. Yield SUN tenor 10 tahun naik 3 bps sejak akhir tahun lalu. IHSG pada penutupan Senin turun 80,81 poin (1,77%) ke level 4.465,48. Asing membukukan net sell sebesar Rp688,0 miliar, sehingga year to date asing membukukan net sell sebesar Rp1.303,9 miliar.
Nilai tukar rupiah ditutup menguat Rp60 ke level Rp13.862 per dolar AS. NDF 1M menguat Rp87 ke level Rp13.973. Persepsi risiko relative tetap, CDS spread valas 5Y tetap di level 241. Penguatan Rupiah diperkirakan karena data cadangan devisa Indonesia yang dilaporkan Jumat lalu yang meningkat cukup signifikan, dari USD100,2 miliar akhir November 2015 menjadi USD 105,9 miliar pada akhir Desember 2015, dan mampu membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, memberikan sentimen positif bagi pelaku pasar.
Penulis adalah Staf Khusus Waka Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
Jakarta - PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), anak perusahaan dari PT Media Nusantara Citra… Read More
Jakarta - Penurunan jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menerima surat kepercayaan dari tujuh Duta Besar Luar Biasa dan… Read More
Jakarta – Unilever Food Solutions (UFS), perusahaan penyedia layanan makanan profesional, memperkenalkan lima tren kuliner… Read More
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memberikan sambutan saat acara pengumuman… Read More
Suasana saat konferensi pers Pre-Grand Launching BYOND by BSI, di Jakarta. Karyawan tengah menunjukan SuperApp… Read More