Jakarta – Vice President, APAC, OutSystems,Mark Weaser mengungkapkan bahwa Perbankan adalah sebuah kebutuhan. Walaupun hal itu tidak sepenuhnya masuk kedalam pola pikir masyarakat.
Hal ini mengacu pada laporan McKinsey & Company yang menyatakan bahwa hampir 1.1 triliun masyarakat di seluruh Asia Pasifik tidak memiliki hubungan yang formal dengan Bank, seiring dengan kurangnya akses fasilitas dari perbankan yang tidak memadahi di wilayah Asia Pasifik.
“Mereka harus menghadapi tantangan untuk mengatasi kemiskinan karena tidak mampu untuk menyimpan atau meminjam uang dan mendapatkan suku bunga,” kata Weaser di Jakarta, Senin, 17 April 2017.
Kendati demikian lanjut Weaser, sekitar 96 persen dari 4.15 triliun populasi penduduk di Asia Pasifik, hampir 4 triliunnya telah menggunakan perangkat mobile.
Sehingga hal itu dapat membawa masyarakat pada pertanyaan tentang bagaimana dapat memanfaatkan keadaan perkembangan perangkat mobile di kawasan Asia Pasifik untuk memberikan akses penduduk yang tak memiliki rekening bank untuk layanan keuangan dasar? Jawabannya adalah terletak pada transformasi digital.
Peningkatan populasi penggemar tekhnologi membawa keuntungan yang ditawarkan oleh transformasi digital di bidang-bidang lain.
Termasuk kemampuan dalam memesan tiket pesawat dan hotel, pembelian hiburan, pakaian dan bahkan makanan yang dikirim langsung didepan pintu.
Karena saat ini ada sebuah aplikasi (apps) untuk apa pun dan segala sesuatu. Tidak beda halnya dengan perbankan yang telah mulai mengadopsi transformasi digital dan konsumen telah terlihat untuk menggunakan ke platform baru seperti ikan dengan air.
Ia menyebutkan ada sebuah Studi dari EY, Perusahaan multinational akuntan, mengungkapkan bahwa kepercayaan, kenyamanan dan personalisasi adalah kunci dari hubungan pelanggan dengan bank.
Aspek ini yang mendukung kualitas pelayanan pelanggan dan pengalaman yang dapat ditingkatkan dengan teknologi dan diwujudkan melalui transformasi digital.
“Sehingga dalam rangka yang tetap kompetitif, bank perlu menawarkan solusi digital yang inovatif untuk pelanggan mereka,” jelasnya.
Kini tantangan yang dihadapi bank di Kawasan Asia Pasifik yakni Bank terus berjuang untuk menggunakan teknologi dalam menyederhanakan proses birokrasinya, seperti mengumpulkan data pelanggan, terlebih semua itu disebabkan oleh sistem yang lama, produk dan segmen silo sehingga ada ruang yang tidak dapat beroperasi dan menghasilkan dalam lingkungan sekarang ini.
Pendekatan teknologi yang bervariasi dikerahkan oleh departemen berbeda di bank, menyebabkan perusahaan harus mempertahankan beragam mainframe dan server. Hal ini menghasilkan arsitektur yang terfragmentasi dan akan menjadi lebih kompleks untuk mempertahankanya.
“Tantangan lain yang Bank harus hadapi saat ini adalah end-to-end proses. Banyak bank yang belum sepenuhnya menyederhanakan proses digitalisasi mereka. Kertas dalam jumlah yang banyak serta proses manual dari back office berkontribusi meningkatnya biaya dan ketidak efisiensian. Jika proses back end ini tidak mengalami transformasi digital, makan bank tidak akan dapat memberikan pengalaman dan peningkatan pelayanan kepada konsumen,” tutupnya. (*)
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More
Jakarta - Per 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi dan… Read More
Jakarta – Meski dikabarkan mengalami serangan ramsomware, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) memastikan saat ini data… Read More
Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More