Keuangan

Maret 2016, Klaim Pencairan JHT Meningkat 266%

Jakarta–BPJS Ketenagakerjaan sosialisasikan pentingnya Jaminan Hari Tua (JHT) kepada Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai tabungan di masa tua.

Hal ini seiring tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tercatat meningkat tajam. “Tren pencairan dana JHT yang dilakukan pekerja pasca-perubahan regulasi didukung pula oleh tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat tajam,” kata Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, E. Ilyas Lubis dalam acara Dialog Nasional bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Jakarta, Selasa, 31 Mei 2016.

Perubahan regulasi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) no. 46 tahun 2015 yang berlaku pada 1 Juli 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua memungkinkan pekerja untuk mencairkan dana JHT yang mereka miliki tanpa melihat masa kepesertaan peserta yang sebelumnya diatur selama tahun 5 tahun 1 bulan.

Berlakunya PP no. 60 Tahun 2015 tentang Perubuhan atas PP no. 46 Tahun 2015 dengan turunannya melalui Permenaker no. 19 Tahun 2015 merupakan faktor utama meningkatnya permintaan klaim JHT di hampir seluruh Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan data yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan, tercatat hingga 7.500 permintaan klaim per hari sejak bulan November 2015 – Maret 2016, dengan jumlah Rp50 miliar hingga Rp55 miliar per hari pada periode Januari – Maret 2016. Permintaan pencairan JHT tersebut meningkat 266% dari sebelum Permenaker No. 19 diberlakukan.

“Fakta yang terjadi saat ini, sebanyak 5% dari para pekerja yang mengundurkan diri dan melakukan pencairan JHT, kembali bekerja. Dari 42.041 peserta yang bekerja kembali setelah mencairkan JHT, ternyata sebanyak 6.003 kembali bekerja di perusahaan yang sama, sementara sisanya bekerja di perusahaan lain, sehingga tabungan masa depan mereka dihabiskan, padahal tabungan itu sangat berguna bagi mereka di masa pensiunan nanti,” ungkap Ilyas.

Pencairan dana JHT didominasi oleh peserta dengan masa kepesertaan 1-5 tahun dan 5-10 tahun, dimana para peserta tersebut berada dalam usia produktif mereka untuk bekerja. Sementara di sisi lain, saldo JHT para pekerja berbanding lurus dengan masa kepesertaan yang mana akan dirasakan signifikan saat masa kepesertaan mencapai monimal 20 tahun.

Dilihat dari kelompok kerja, rata-rata peserta nonaktif memiliki saldo yang relatif kecil dibanding kelompok kerja lainnya.

“Kesimpulannya adalah tenaga kerja non aktif berasal dari golongan yang memiliki upah rendah,” tegasnya. (*) Dwitya Putra

 

 

Editor: Paulus Yoga

Paulus Yoga

Recent Posts

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

41 mins ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

1 hour ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

2 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

21 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

21 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

21 hours ago