Keuangan

Mantan Gubernur BI Wanti-Wanti Risiko Fiskal, Pelaku Keuangan Diminta Waspada

Poin Penting

  • Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menekankan peran CEO sektor keuangan untuk menjaga pertumbuhan berkelanjutan di tengah risiko fiskal.
  • Penerimaan negara turun signifikan, sementara belanja tetap tinggi, sehingga berpotensi memperlebar defisit.
  • Total utang tembus Rp8.000 triliun dan pada 2026 pemerintah perlu menarik pembiayaan baru Rp1.400 triliun.

Jakarta – Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mewanti-wanti adanya tantangan besar yang dihadapi pelaku sektor keuangan. Tantangan tersebut berasal dari kondisi fiskal negara yang dinilainya memiliki urgensi lebih tinggi dibandingkan situasi industri keuangan itu sendiri.

Agus menegaskan, berbeda dengan krisis 1997-1998 ketika persoalan utama berada pada perbankan dan nasabah, kondisi saat ini justru menunjukkan tekanan signifikan dari sisi penerimaan negara. Sepanjang tahun berjalan, penerimaan negara tercatat konsisten berada di bawah capaian tahun sebelumnya.

Hingga kuartal III-2025, penerimaan negara tercatat sekitar 8 persen lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan juga terlihat pada sejumlah pos pajak, termasuk pajak penghasilan yang turun sekitar 9 persen dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang terkontraksi hingga 14 persen.

“Dan penerimaan negara bukan pajak dibandingkan tahun lalu turun di bawah 15 persen. Kondisi penerimaan negara yang di bawah ini kita perlu waspadai, karena nanti akan bisa berdampak kepada defisit yang lebih besar,” terangnya di acara Infobank Top 100 CEO and The Future Leaders Forum, di Jakarta, Senin, 8 Desember 2025.

Baca juga: Matinya Meritokrasi Dinilai Picu Korupsi dan Inkompetensi

Pada saat yang sama, belanja negara tetap berada di level tinggi dan membutuhkan penentuan prioritas yang ketat agar tidak menimbulkan tekanan tambahan terhadap kebutuhan pembiayaan. Kondisi serupa juga terjadi di pemerintah daerah (Pemda), seiring pemotongan transfer pusat sebesar Rp150 triliun–Rp200 triliun.

“Banyak sekali provinsi, kabupaten, kota yang karena anggaran daripada APBD-nya atau transfer daerahnya dipotong Rp150 triliun-200 triliun. Mereka kekurangan dana. (Dan) kalau kekurangan dana untuk membiayai operasional mereka tentu menjadi tantangan,” tambah Agus.

Utang dan Risiko Pembiayaan

Bagi industri jasa keuangan, Agus mengingatkan pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi kebutuhan pembiayaan negara yang terus meningkat. Meski defisit masih berada di bawah batas 3 persen, total utang Indonesia telah mencapai kisaran Rp8.000 triliun.

Pada 2026 mendatang, pemerintah diperkirakan harus menarik pembiayaan baru sekitar Rp1.400 triliun, dengan sekitar Rp800 triliun digunakan untuk melunasi utang jatuh tempo. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius bagi pelaku sektor keuangan.

Baca juga: Ignasius Jonan: Pemimpin Lembaga Keuangan Wajib Utamakan Isu Lingkungan

Tak kalah penting, rasio pembayaran cicilan utang terhadap penerimaan negara (debt service ratio) yang telah mencapai 44 persen. Angka tersebut, ungkap Agus, jauh di atas rekomendasi lembaga multilateral yang berada di rentang 15–25 persen.

“(Tantangan) lain adalah primary balance. Primary balance tidak boleh negatif. (Tapi) primary balance kita negatif. Artinya, untuk membayar cicilan utang dan bunga kita itu sudah pinjam utang baru. Di sini adalah area yang perlu kita waspadai,” lanjut Ketua Dewan Pengawas Ikatan Bankir Indonesia (IBI).

Perlu Kolaborasi

Untuk itu, ia menegaskan bahwa kondisi tersebut harus menjadi perhatian bersama para CEO di sektor keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, hingga industri keuangan non-bank. Menurutnya, kolaborasi antara regulator dan pelaku industri menjadi kunci agar sektor keuangan tetap mampu menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan di tengah meningkatnya risiko fiskal.

“Kita harus sama-sama berkolaborasi untuk bisa melewati tahun 2025-2026 ini dengan baik. Karena, tugas saudara sebagai CEO adalah menjaga pertumbuhan yang berkesinambungan,” tutup pria yang juga Dewan Pakar Infobank itu. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Yulian Saputra

Recent Posts

Bank Mandiri Region VI Jawa Barat Cetak Pertumbuhan Kredit 14,7 Persen per September 2025

Poin Penting Bank Mandiri Region VI Jawa Barat mencatat pertumbuhan kredit 14,7% (yoy) hingga September… Read More

24 mins ago

Implementasi PPP Diharapkan Mampu Tingkatkan Penetrasi Asuransi di Indonesia

Poin Penting LPS membuka peluang implementasi Program Penjaminan Polis lebih cepat dari rencana awal 2028… Read More

37 mins ago

Ignasius Jonan: Pemimpin Lembaga Keuangan Wajib Utamakan Isu Lingkungan

Poin Penting Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan isu lingkungan, ESG, dan green finance bukan… Read More

1 hour ago

AFTECH Resmikan Kode Etik Terintegrasi 2025, Perkuat Tata Kelola Fintech

Poin Penting AFTECH mengesahkan Kode Etik Terintegrasi 2025 sebagai upaya memperkuat integritas, tata kelola, dan… Read More

2 hours ago

Matinya Meritokrasi Dinilai Picu Korupsi dan Inkompetensi

Poin Penting Ketiadaan meritokrasi disebut menggerus kualitas kepemimpinan, karena jabatan berpotensi menjadi komoditas, bukan hasil… Read More

2 hours ago

Agentic AI, Kemudahan Terbaru

Oleh Krisna Wijaya, Honorable Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) SECARA definisi, menurut Cole Stryker… Read More

3 hours ago