Komitmen pemegang saham untuk membesarkan Bank Mayapada tidak diragukan. Setelah menyetor Rp4,5 triliun, dalam waktu dekat pemegang saham bank ini akan menambah modal lagi lewat rights issue. Untuk apa dana hasil rights issue itu?
oleh Tim Infobank
BISNIS bank itu seperti lari maraton. Jangka panjang dan harus tahan napas. Itu kiranya yang diyakini pemegang saham PT Bank Mayapada Tbk (MAYA). Dan, memang selayaknya demikian. ”Komitmen saya membesarkan Bank Mayapada sudah saya buktikan dengan menyetor modal, dan akan terus dilakukan, sejalan dengan membesarnya bank,” kata Dato’ Sri Tahir kepada Infobank.
Menurut catatan Biro Riset Infobank (birI), Dato’ Sri Tahir selaku pemegang saham pengendali (PSP) tampaknya punya komitmen kuat mengembangkan Bank Mayapada. Dalam sembilan tahun terakhir ini, setiap tahun, Dato’ Sri Tahir senantiasa menambah modal. Penambahan modal itu artinya sebuah komitmen pemegang saham dalam membesarkan bank.
Lihat saja, pada 2016 setoran modal Dato’ Sri Tahir makin besar terhadap Bank Mayapada. Masih menurut data Biro Riset Infobank, pada 2016 ia menyetor Rp1,002 triliun, 2017 Rp1 triliun, 2018 Rp2,004 triliun, dan 2019 Rp1,002 triliun. Pendeknya, sudah sejak 2009, hingga 2020, dan akan dilakukan lagi pada 2021 mendatang.
Di tengah pandemi COVID-19, pada 2020 ini pemegang saham telah menyetor tambahan modal Rp4,5 triliun. Kini, seperti diungkapkan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Mayapada akan melakukan rights issue. Angkanya belum diumumkan, tapi menurut para analis setidaknya Rp2 triliun-Rp3 triliun.
Likuiditas dan modal menjadi sangat penting. Paling tidak agar bank bisa tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) dan punya daya tahan yang lebih kuat. Namun, di tengah situasi terdampak COVID-19, tidak semua bank bisa tambah modal.
”Menjaga modal dan likuiditas sangat penting dalam situasi sekarang ini, di mana banyak bank melakukan restrukturisasi kredit. Bank harus terus menjaga modalnya,” kata Heru Kristiyana, Anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam sebuah kesempatan webinar dengan Infobank, beberapa waktu lalu.
Bahkan, dalam tahun ini, hingga November 2020, setidaknya menurut catatan Infobank, belum terdengar ada bank tambah modal dalam jumlah sebesar Rp4,5 triliun. Jika toh ada, itu karena akuisisi bank, seperti Bank Harda oleh Para Group atau CT Corp (Chairul Tanjung), lalu Bank Artos, Bank Royal, juga Rabobank.
Bank Mayapada – yang lahir berkat Pakto 88 ini – didirikan dengan modal Rp10 miliar. Dalam sembilan tahun terakhir bank ini membesar dengan cepat, dan karena terus tumbuh, Dato’ Sri Tahir pun menambah modal. ”Setiap bank membesar, maka pemegang saham harus menambah modal. Sejak 2010, setiap tahun Pak Tahir menambah modal, karena itu sudah menjadi komitmen kami sebagai pemegang saham utama,” kata Jonathan Tahir – generasi kedua dari Dato’ Sri Tahir – pemegang saham pengendali.
Dan, rights issue yang akan dilakukan Bank Mayadapa ini paling tidak merupakan bagian dari komitmen pemegang saham. Saat ini pemegang saham Bank Mayapada ialah keluarga Dato’ Sri Tahir, Cathay Life Insurance Co Ltd, dan publik. Jika demikian halnya, masing-masing pihak dapat mengambil porsi masing-masing saham.
Menurut keterbukaan informasi yang dikeluarkan Bank Mayapada, perseroan hendak melakukan penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Jumlah saham sebanyak-banyaknya 5 miliar lembar saham baru Seri B. Atau, 42,26% dari modal disetor setelah terlaksana Penawaran Umum Terbatas (PUT) atau rights issue. Harga nominal Rp100 per saham.
Skenarionya, bisa jadi dana yang terkumpul akan mencapai Rp5 triliun, jika masing-masing pihak mengambil seluruh saham yang ditawarkan dengan harga Rp100. Namun, para analis memperkirakan, dana yang akan terkumpul setidaknya mendekati Rp3 triliun. Angka Rp3 triliun, setidaknya relatif besar, dan akan menambah “vitamin” bagi Bank Mayapada untuk tumbuh dengan “kuda-kuda” modal yang relatif kuat.
Sebab, dana yang terkumpul akan digunakan untuk memperkuat permodalan, dan akan digunakan untuk meningkatkan kualitas aktiva produktif. Nah, dengan demikian, dalam perspektif jangka panjang akan meningkatkan imbal hasil atau meningkatkan pendapatan bunga bersih.
Banjir Dana, NPL Rendah
Adalah Bank Mayapada yang setidaknya dapat melalui dengan baik jalan terjal selama pandemi COVID-19. Lihat saja angka-angka yang diumumkan oleh bank dengan kode MAYA ini. Menurut Biro Riset Infobank berdasarkan data-data keuangan publikasi, ada empat hal penting yang perlu dicatat dari Bank Mayapada ini.
Satu, melakukan strategi aset ke arah kualitas aset. Bank Mayapada dalam triwulan ketiga ini tidak menggenjot aset, tapi lebih fokus pada kualitas aset. Menahan pertumbuhan kredit dan lebih memperhatikan kualitas kredit – yang tecermin dari menurunnya kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).
Dibandingkan dengan rata-rata nasional, NPL net Bank Mayapada relatif rendah. Hanya 1,91%. Bandingkan dengan NPL net nasional yang dalam kisaran 2%-3%. Itu artinya, Bank Mayapada selama ini dapat mengendalikan angka kredit bermasalah dengan baik. Bahkan, pada Oktober 2020 NPL net Bank Mayapada turun menjadi 1,72%.
Dua, pentingnya terus mempertahankan likuiditas, terutama ke produk giro yang cost of fund-nya relatif lebih murah. Perbaikan likuiditas ini juga akan berpengaruh pada posisi loan to deposit rasio (LDR) yang lebih prudent.
Simak saja, LDR-nya dari 93,34% pada akhir tahun lalu, kini sudah makin prudent menjadi 87,28%. Dan, posisi Oktober 2020 makin baik dengan angka LDR 84,99%. Bahkan, jika dibandingkan angka per Juni 2020 pun, LDR-nya masih lebih prudent. Langkah ini dinilai oleh analis merupakan langkah yang tepat. Sebab, implikasinya pada longgarnya likuiditas.
”Bank-bank perlu mempertahankan likuiditas dan angka LDR harus dijaga dengan baik sesuai dengan ketentuan dan lebih baik jika di bawah 90%. Itu artinya likuiditasnya longgar,” kata Aviliani, ekonom dari Indef dalam acara diskusi dengan Infobank.
Tiga, peningkatan modal dari pemegang saham untuk terus mempertahankan posisi capital adequacy ratio (CAR) lebih prudent dan komitmen pemegang saham untuk terus mengembangkan Bank Mayapada, terutama menyangkut likuiditas dan kebutuhan modal bank. Posisi rasio permodalannya makin kuat, 19,08%.
Empat, kemampuan mencetak laba makin meningkat. Laba MAYA per September 2020 mencapai Rp260,091 miliar. Memang turun dibandingkan dengan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, yang lebih melegakan selama enam bulan (Maret-September 2020) adalah pemupukan laba terus mendaki. Bahkan, menurut laporan bulanan (Oktober) Bank Mayapada, labanya naik lagi menjadi Rp272,097 miliar.
Kinerja keuangan Bank Mayapada memang moncer – yang ditandai dengan terus meningkatnya dana masyarakat, terus membaiknya kualitas aset, dan kemampuannya dalam mencetak laba yang juga terus mendaki. Penambahan modal lewat rights issue akan meningkatkan net interest margin (NIM) bank ini.
Bisnis bank adalah bisnis modal kuat, dan pemegang saham Bank Mayapada sudah melakukan setoran modal setiap tahun sejak 2009. Tidak hanya modal yang makin kuat, kontribusi Bank Mayapada terhadap perekonomian juga terus meningkat – dalam bentuk ekspansi kredit dari hasil rights issue. (*)
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI berkolaborasi dengan Kantor Perwakilan Bank… Read More
Jakarta - Raksasa teknologi asal Tiongkok, Huawei, merilis tablet terbaru, HUAWEI MatePad Pro 12.2 pada… Read More
Jakarta - Jejak investor asal Thailand di pasar keuangan Indonesia sudah cukup panjang. Lebih dari… Read More
Jakarta - PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) secara resmi meluncurkan program Makan Bergizi Gratis… Read More
Bandung - PT Geo Dipa Energi (Persero) atau Geo Dipa, salah satu badan usaha milik… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More