Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik LPS Priyanto Budi Nugroho dalam talkshow bertajuk ‘How to Manage Crisis Communication in Banking Industry’. (Foto: Zulfikar)
Jakarta – Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik atas kasus kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB), di mana terjadi di sebuah negara maju yang selama ini menjadi role model bagi industri perbankan.
Direktur Eksekutif Surveilans, Pemeriksaan dan Statistik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Priyanto Budi Nugroho mengatakan, kegagalan SVB antara lain lantaran kegagalan pengawas dalam mendeteksi adanya kekurangan likuiditas pada Silicon Valley Bank (SVB), serta adanya risk management pada bank tersebut.
Baca juga: Izin BPR KRI Dicabut, LPS Bayar Klaim Penjaminan Simpanan Nasabah
“Di zaman Presiden AS Donald Tump itu karena lobi-lobinya, maka ada beberapa kelas bank yang seharusnya mendapat regulasi dan pengawasan yang lebih ketat kemudian menjadi dilonggarkan. Salah satunya adalah SVB ini,” jelasnya pada acara talkshow bertajuk ‘How to Manage Crisis Communication in Banking Industry’ yang diadakan LPS bekerja sama dengan Infobank Media Group di The Westin Jakarta, Selasa, 12 September 2023.
Menurutnya, hal tersebut membuat build up rise atau penumpukan kerentanan menjadi tidak terdeteksi dengan cepat. Kondisi ini menimbulkan sejumput pertanyaan besar mengenai sisi pengawasan dalam mendeteksi adanya kekurangan likuiditas SVB.
“Pengawasnya sebenarnya secara rutin sudah juga memonitor. Kemudian ada juga yang namanya catatan untuk perhatian, catatan untuk ditindaklanjuti dengan segera itu ada juga. Akan tetapi, itu butuh waktu,” jelasnya.
Adapun faktor penyebab dari sisi risk management kata dia berasal dari kenaikan Fed Fund Rate yang berpengaruh terhadap penurunan harga asset securities.
“Di mana, SVB tidak melakukan hedging untuk mengantisipasi kerugian atas interest rate risk tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, kebutuhan likuiditas yang meningkat ditengah bank run oleh uninsured depositor (SVB: USD42 miliar) terjadi di tengah penurunan harga aset.
“Adanya masalah klasik bank yaitu Bank Runs yang disebabkan Loss of Confidence dari nasabah akibat adanya bank yang gagal,” bebernya.
Faktor terakhir penyebab kolaps-nya SVB menurutnya karena pengambilan tindakan yang cepat dilakukan oleh otoritas untuk mengeliminir terjadinya contagion effect. Misalnya, kebijakan Systemic Risk Exception ditetapkan pada SVB dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah.
Baca juga: 119 Bank Sudah Dilikuidasi, LPS Bayarkan Klaim ke 271.240 Rekening, Segini Besarannya
Di mana, sejak 12 Maret 2023, The Fed memperkenalkan Bank Term Funding Program (BTFP) dengan tujuan menyediakan sumber likuiditas tambahan.
“Namun demikian, kebijakan tersebut tidak berhasil mencegah kegagalan dari First Republic Bank,”pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More
Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More
Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More
Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More
Poin Penting Harga emas Galeri24, UBS, dan Antam kompak naik pada perdagangan Sabtu, 27 Desember… Read More
Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More