Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat, kondisi likuiditas perbankan saat ini masih longgar yang didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bahwa Bank Sentral telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp88,91 triliun pada tahun 2021 (hingga 21 Mei 2021). Bank Indonesia juga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk pendanaan APBN 2021.
“Hingga 21 Mei 2021, pembelian SBN di pasar perdana tercatat sebesar Rp108,43 triliun yang terdiri dari Rp32,97 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO),” ujar Perry secara virtual di Jakarta, Selasa, 25 Mei 2021.
Kebijakan tersebut mendukung likuiditas perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing 17,4% (yoy) dan 11,5% (yoy) pada April 2021. Berdasarkan komponennya, pertumbuhan M2 terjadi baik pada uang kartal, giro Rupiah, maupun uang kuasi, seiring permintaan menjelang hari raya Idulfitri.
Pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh operasi keuangan Pemerintah sebagai dampak sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah dan penerimaan Pemerintah lainnya, serta kenaikan aktiva luar negeri bersih, di tengah kontraksi pertumbuhan kredit. Dengan perkembangan tersebut, kondisi likuiditas perbankan lebih dari cukup, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi yakni 33,67% dan pertumbuhan DPK sebesar 10,94% (yoy).
Menurut Perry, dengan suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar, mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUAB overnight dan suku bunga deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 155 bps (yoy) dan 196 bps (yoy) menjadi 2,79% dan 3,76% pada Maret 2021.
Di pasar kredit, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah menurun sebesar 174 bps (yoy) menjadi 8,9% pada Maret 2021. Kelompok Bank BUMN mencatatkan penurunan SBDK yang paling dalam di antara kelompok bank lainnya yaitu sebesar 270 bps (yoy) pada Maret 2021, sementara SBDK kelompok bank lainnya masih menurun secara terbatas.
Namun di sisi lain, penurunan SBDK tersebut belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru secara sepadan yaitu hanya menurun sebesar 59 bps (yoy) pada periode yang sama. Berdasarkan kelompok bank, kelompok BPD, BUSN dan bank BUMN mencatatkan penurunan suku bunga kredit baru yang masih sangat rendah, yaitu masing masing sebesar 34 bps (yoy), 52 bps (yoy) dan 55 bps (yoy).
Sementara itu, kelompok KCBA mengalami penurunan suku bunga kredit baru paling signifikan yaitu sebesar 158 bps (yoy). Hal tersebut mendorong suku bunga kredit baru untuk kelompok BPD dan BUSN berada pada level tertinggi dibanding kelompok bank lainnya yaitu masing-masing sebesar 10,05% dan 9,32%. Sedangkan suku bunga kredit baru bank BUMN dan KCBA tercatat masing-masing sebesar 8,70% dan 5,34%. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More