Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai, pengetatan likuiditas masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Hal ini tercermin dari kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR) yang terus mengalami peningkatan. Kondisi tersebut berpotensi mendorong persaingan tingkat bunga simpanan (deposito) yang lebih tinggi antar bank.
Terlebih, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang sudah sebanyak 175 bps ke level 6,00 persen juga memicu persaingan bunga deposito perbankan. Untuk menahan persaingan bunga deposito, LPS pun menaikkan suku bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 25 bps.
Berdasarkan hasil riset LPS yang dikutip Infobank di Jakarta, Rabu, 21 November 2018 menunjukkan, rata-rata bunga deposito rupiah (dihitung dengan rata-rata bergerak 22 hari) bank benchmark LPS pada akhir Oktober 2018 mencapai 5,95 persen, atau mengalami kenaikan hingga 17 bps dari posisi akhir dibulan September 2018.
Hal yang sama juga terjadi pada rata-rata suku bunga minimum yang naik 9 bps ke posisi 4,93 persen dan suku bunga maksimal yang naik 26 bps ke level 6,98 persen. Sementara, bunga deposito valuta asing (valas) pada periode yang sama juga mengalami kenaikan, untuk rata-rata mengalami kenaikan hingga 10 bps dan maksimal naik 15 bps.
Kenaikan suku bunga simpanan terjadi pada semua kelompok bank. Namun dominan dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga simpanan di kelompok Bank BUKU 3 (bank dengan modal inti Rp5 triliun – Rp30 triliun) dan Bank BUKU 4 (bank dengan modal inti di atas Rp30 triliun) yang naik lebih tinggi. Kondisi ini dikhawatirkan memicu perang bunga simpanan antar bank.
Menurut LPS, ruang kenaikan lanjutan bunga simpanan perbankan ke depan masih ada, namun sudah mendekati optimal khususnya untuk suku bunga maksimal. Akan tetapi, tren kenaikan bunga simpanan ini masih dapat berlanjut jika peningkatan bunga acuan kembali dilakukan, mengingat BI diperkirakan masih akan naikkan suku bunganya hingga akhir tahun.
Di sisi lain, bunga simpanan valas diperkirakan juga akan ikut naik di tengah masih adanya gap antara bunga simpanan onshore dan offshore serta potensi kenaikan lanjutan suku bunga AS (Fed Rate) di bulan Desember.
Ruang kenaikan lanjutan bunga acuan di sisa tahun ini diperkirakan masih akan tersisa sekali lagi dengan mempertimbangkan bahwa risiko volatilitas di pasar keuangan, khususnya nilai tukar masih terbuka. Di sisi lain, rencana kenaikan lanjutan Fed Rate pada bulan Desember 2018 yang juga perlu diantisipasi dengan penyesuaian kebijakan suku bunga domestik.
Faktor lain yang juga akan menjadi fokus Bank Sentral dalam penetapan suku bunga ke depan adalah menjaga pencapaian target inflasi melalui level defisit neraca berjalan yang aman. Kenaikan bunga acuan akan kembali mendorong kenaikan JIBOR di tengah masih tingginya kebutuhan likuditas bank untuk penyaluran kredit. (*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More