Jakarta – Tren suku bunga yang terus naik pasca Bank Indonesia (BI) menaikkan bunga acuannya membuat margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan mengalami penurunan. Kondisi NIM yang terus turun harus menjadi perhatian utama perbankan agar bank dapat mengalami pertumbuhan.
Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib dalam acara Infobank Top 100 Bankir yang bertema “How to Navigate Companies Through Global Turbulance and Political Risk 2019” di Jakarta, Selasa, 30 Oktober 2018 mengatakan, penurunan NIM ini akan menjadi tantangan perbankan baik di sisa tahun ini maupun tahun depan.
“Kalau kita lihat NIM perbankan sudah turun, suku bunga sudah naik 150 bps. Bagaimana cara bank mengatasi ini. Jadi memang tantangan perbankan selalu ada di setiap tahun,” ujar Kostaman.
Asal tahu saja, NIM perbankan per Agustus 2018 berada pada kisaran 5,01 persen atau menurun bila dibandingkan dengan posisi tahun lalu di periode yang sama yakni sebesar 5,20 persen. Tingginya suku bunga BI telah membuat bunga bank ikut mengalami kenaikan dan berdampak terhadap NIM perbankan.
“Tahun ini kita memang masih dirundung oleh masalah berkurangnya NIM. Tapi di tengah NIM yang menurun profit bank-bank masih mengalami kenaikan,” ucap Kostaman.
Di sisi lain, kata dia, kondisi likuiditas perbankan yang semakin mengetat, juga menjadi tantangan perbankan untuk ke depannya. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang tercatat semakin tinggi per Agustus 2018, yakni menjadi 93,19 persen meningkat dibandingkan Juli 2018 yang sebesar 93,11 persen.
LDR dapat menjadi parameter untuk melihat ketersediaan dana (likuiditas) bank untuk memenuhi penyaluran kreditnya. Berdasarkan Peraturan BI No. 17/11/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015, mengatur bahwa batas bawah LDR, yang kemudian berubah menjadi LFR sebesar 78 persen, sedangkan batas atasnya ditetapkan menjadi sebesar 92 persen.
“Tantangan perbankan selalu ada di setiap tahun, terbukti dari likuiditas yang mengetat. Jadi saya tegaskan bagaimana bank mengatasi ini,” jelasnya.
Menurut LPS, pertumbuhan kredit yang relatif lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan DPK di industri perbankan secara rata-rata, telah memberikan tekanan terhadap kondisi likuiditas perbankan, khususnya pada kelompok bank BUKU III atau bank dengan modal inti Rp5 triliun hingga Rp30 triliun yang memiliki LDR diatas 100 persen yang memicu persaingan tingkat suku bunga.
Pertumbuhan kredit yang relatih lebih tinggi tersebuti berpotensi masih akan berlanjut, namun demikian terdapat faktor risiko yang bakal mempengaruhi tren penyaluran kredit di sisa tahun 2018, yaitu keterbatasan pertumbuhan DPK dan kenaikan suku bunga kredit sebagai dampak dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang sudah sebanyak 150 bps menjadi 5,75 persen. (*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More