Keuangan

Lewat RUU PPSK, Industri Keuangan Non Bank Diharap Semakin Kuat

Jakarta – Pemerintah dan DPR tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Beleid ini diharapkan dapat mendukung penguatan industri keuangan non bank (IKNB), terutama di industri asuransi dan dana pensiun.

Head of IFG Progress Reza Y. Siregar berharap RUU PPSK dapat mendorong penguatan IKNB. Menurutnya, penguatan IKNB khususnya industri asuransi sangat penting karena punya peran yang krusial dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di masa transisi dari pandemi ke endemi seperti sekarang ini.

Reza memberi contoh bagaimana asuransi kredit turut menjaga risiko kredit di perbankan. Salah satunya tercermin dari porsi asuransi kredit perbankan yang mencapai 16% dari total asuransi umum.

“Estimasi kami misalnya data LAR (loan at risk) di 2020 hampir sama di 2021 yaitu sekitar Rp1300 triliun. Kami eatimasi juga berapa loan perbankan yang diasuransikan . Estimasi kami itu hampir Rp1000 triliun atau hampir 70% LAR itu diasuransikan. Bayangkan klo asuransinya ngga kuat,” kata Reza dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI, terkait masukan terhadap RUU PPSK, di Gedung Parlemen.

Ia mengatakan, kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang berakhir pada 2023 akan memberikan dampak terhadap sektor finansial. Kualitas kredit yang dianggap bagus karena restrukturisasi bisa menjadi kredit macet. Sementara, itu klaim asuransi kredit naik seiring dengan LAR yang juga melonjak antara 2020 dan 2021.

“Misalnya asuransinya tidak kuat, dia tidak bisa membayar klaim otomatis loan at risk ini kembali ke perbankan menjadi NPL,” ungkapnya.

Selain itu, penguatan industri asuransi secara jangka panjang juga sejalan dengan cita-cita Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan penduduknya USD20.000 per kapita pada 2045.

Berdasarkan analisanya, negara dengan pendapatan penduduk di atas USD20.000 rata-rata memiliki aset di swktor finansial mencapai 400% dari total produk domestik bruto (PDB). Sedangkan Indonesia masih di bawah 120%, artinya butuh peningkatan hingga 4 kali lipat dalam kurun waktu 20 tahun ke depan.

“Jadi kalau kita hanya tergantung pada perbankan saja tanpa supporting the key of financial, market kita tidak bisa sampai ke aset yang besar,” ungkapnya. (*) Dicky F.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasa Marga Catat 1,5 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabotabek hingga H+1 Natal 2025

Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More

54 mins ago

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

7 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

7 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

8 hours ago

Harga Emas Antam, Galeri24, dan UBS Hari Ini Kompak Naik, Cek Rinciannya

Poin Penting Harga emas Galeri24, UBS, dan Antam kompak naik pada perdagangan Sabtu, 27 Desember… Read More

8 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

1 day ago