Keuangan

Laporan e-Conomy SEA 2025: 46 Persen Konsumen Belum Percaya Fintech Lending di RI

Poin Penting

  • Indonesia memimpin pertumbuhan layanan keuangan digital (DFS) di Asia Tenggara, dengan kenaikan double digit pada digital payments, digital lending, digital wealth, dan digital insurance.
  • Digital payments dan digital lending Indonesia tumbuh paling tinggi di ASEAN; GTV digital payments naik 27 persen menjadi USD538 miliar.
  • 46 persen pengguna Indonesia belum mempercayai penyedia fintech lending, sehingga pertumbuhan sektor butuh penguatan tata kelola dan hubungan berbasis kepercayaan.

Jakarta – Google merilis laporan terbaru mengenai perkembangan ekonomi digital di Asia Tenggara. Laporan bertajuk e-Conomy SEA 2025 yang adalah hasil kolaborasi antara Google, Temasek, serta Bain and Company ini menunjukkan sejumlah tren perkembangan sejumlah segmen ekonomi digital pada negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dalam laporan e-Conomy SEA 2025, Indonesia sebagai negara dengan wilayah terluas dan jumlah demografi terbanyak di Asia Tenggara mencatatkan kepemimpinan pertumbuhan pada beberapa segmen.

Pertama, ada segmen digital financial services (DFS), yang terdiri atas empat aspek, yaitu digital payments, digital lending, digital wealth, dan digital insurance. Dalam segmen DFS ini, Indonesia mencatatkan pertumbuhan double digit pada keempat aspek yang ada.

Di aspek digital payments, Indonesia memiliki pertumbuhan secara gross transaction value (GTV) 27 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi USD538 miliar di 2025.

Lalu, untuk digital lending, Indonesia membukukan pertumbuhan pembiayaan (loan book balance) 29 persen secara tahunan ke USD13 miliar di 2025.

Baca juga: Digempur Paylater dan Fintech, Bank Mega Syariah Pede Bisnis Syariah Card Tetap Moncer

Sementara untuk aspek digital wealth dan digital insurance, Indonesia masing-masing membukukan pertumbuhan 25 persen secara tahunan ke USD6 miliar (asset under management/AUM) dan 18 persen secara tahunan ke USD200 juta di 2025 (annual premium equivalent/APE dan gross written premium/GWP).

Dalam aspek pertumbuhan digital payments dan digital lending, Indonesia memimpin pertumbuhan secara total di antara negara-negara ASEAN lainnya. Pertumbuhan GTV digital payments Indonesia sebesar 27 persen ke USD538 miliar di 2025 mengungguli negara ASEAN lainnya seperti Thailand dengan pertumbuhan 11 persen yoy ke USD163 miliar di 2025, Malaysia 16 persen ke USD213 miliar, Vietnam 19 persen ke USD178 miliar, Filipina 20 persen ke USD150 miliar, ataupun Singapura 6 persen ke USD153 miliar.

Sedangkan untuk aspek digital lending, meskipun secara pertumbuhan Indonesia mencatatkan yang tertinggi, yaitu 29 persen. Namun, secara nilai pembiayaan, Indonesia masih kalah dari beberapa negara Asean lainnya, seperti Singapura yang mencapai USD30 miliar, Malaysia USD14 miliar, dan Thailand USD17 miliar.

Country Director Google Indonesia, Veronica Utami mengungkapkan bahwa kendala terbesar yang menyebabkan masih rendahnya nilai pembiayaan via digital lending di Indonesia adalah adanya isu kepercayaan dan loyalitas pada sisi konsumen kepada penyedia jasa keuangan digital.

“Ada persentase signifikan (46 persen) konsumen di Indonesia yang melaporkan bahwa mereka belum mempercayai penyedia layanan keuangan digital seperti mereka mempercayai bank tradisional,” ujar Veronica saat paparan laporan e-Conomy SEA 2025 di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.

Baca juga: AFTECH Dorong Kolaborasi Lintas Sektor untuk Majukan Ekonomi Digital

Menurutnya, ini mengindikasikan, meskipun adopsi digital di Indonesia melonjak signifikan, tapi hubungan yang mendalam, dipercaya, serta berbasis nilai sangat penting untuk perkembangan sektor layanan keuangan digital di Indonesia ke depannya.

Munculnya inovasi QRIS di Indonesia, dikatakan Veronica, berperan besar dalam mendorong pertumbuhan sektor layanan keuangan digital di Indonesia. Namun, itu semua masih belum diimbangi dengan good governance atau tata kelola yang baik dalam hal operasional bisnis.

“Meskipun sektor digital lending di Indonesia adalah pertumbuhan paling cepat di ASEAN, tapi kenyataannya nilai absolutnya masih tertinggal ketimbang negara ASEAN lainnya. Hubungan yang mendalam, dipercaya, serta berbasis nilai sangat penting untuk perkembangan sektor ini,” tukas Veronica. Steven Widjaja

Galih Pratama

Recent Posts

Hadapi Disrupsi Global, Dua Isu Ini Menjadi Sorotan dalam IFAC Connect Asia Pacific 2025

Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More

2 mins ago

BAKN DPR Minta Aturan Larangan KUR bagi ASN Ditinjau Ulang, Ini Alasannya

Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More

33 mins ago

IHSG Sesi I Ditutup Menguat ke 8.655 dan Cetak ATH Baru, Ini Pendorongnya

Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More

1 hour ago

Konsumsi Produk Halal 2026 Diproyeksi Tumbuh 5,88 Persen Jadi USD259,8 Miliar

Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More

3 hours ago

Menteri Ara Siapkan Ratusan Rumah RISHA untuk Korban Banjir Bandang Sumatra, Ini Detailnya

Poin Penting Kementerian PKP tengah memetakan kebutuhan hunian bagi korban banjir bandang di Sumatra melalui… Read More

3 hours ago

Livin’ Fest 2025 Resmi Hadir di Bali, Bank Mandiri Dorong UMKM dan Industri Kreatif

Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More

3 hours ago