Jakarta – Laba bersih PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) sepanjang tahun 2015 tercatat anjlok sebesar 79,05% menjadi Rp535,38 miliar dari Rp 2,55 triliun di tahun 2014. Penurunan laba bersih ini disebabkan oleh menurunnya pendapatan sebesar 23,55% menjadi Rp8,91 triliun di 2015 dari Rp11,65 triliun pada tahun 2014 lalu.
Presiden Direktur LPKR, Ketut Budi Wijaya, mengatakan bahwa kondisi tersebur dilatarbelakangi oleh perekonomian di Indonesia yang menantang termasuk volatilitas Rupiah,serta melemahnya keyakinan konsumen, yang secara kumulatif, sehingga menciptakan sikap menunggu serta melihat-lihat keadaan bagi para calon pembeli properti.
“Ini merupakan tahun yang penuh tantangan bagi sektor properti. Kondisi makroekonomi global yang lemah yang terutama disebabkan oleh merosotnya harga minyak dan komoditas, telah memperlemah nilai tukar Rupiah yang pada gilirannya berimbas pada laju perekonomian Indonesia, serta pada tahap selanjutnya mengurangi laju permintaan terhadap properti,” ujar Ketut Budi Wijaya, di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2016.
Ketut, mengungkapkan, walaupun total pendapatan di tahun 2015 menurun dibanding tahun 2014, Pendapatan Operasional, diluar pendapatan extraordinary dari penjualan aset ke REITS, meningkat sebesar 7% menjadi Rp8,9 triliun di 2015 dari Rp8,3 triliun. Namun sayangnya, pendapatan properti turun perseroan harus turun sebesar 51% menjadi Rp3,4 triliun, dan memberikan kontribusi 38% terhadap total pendapatan.
Sementara itu Ketut menuturkan bahwa pendapatan berulang (recurring income) perseroan mengalami pertumbuhan 18% menjadi Rp5,5 triliun dan memberikan kontribusi sebesar 62% terhadap total pendapatan.
“Dengan kondisi perlambatan di bisnis properti, pendapatan recurring semakin memainkan peranan penting dalam menyeimbangkan pendapatan bisnis kami serta menjaga rasio kontribusi 50:50 dari pendapatan properti dan pendapatan recurring. Hal ini, sekali lagi membuktikan pentingnya memiliki arus pendapatan yang seimbang terutama pada saat sektor properti melambat. Saya dengan senang melaporkan bahwa pendapatan recurring bertumbuh sebesar 18%, terutama didukung oleh pertumbuhan divisi kesehatan sebesar 24 persen serta manajemen aset sebesar 14%,” terangnya.
Namun, yang lebih penting, Menurut Ketut, gejolak pasar global yang dipicu oleh jatuhnya harga minyak mentah sepanjang tahun lalu telah meluluh lantakan pasar obligasi global, oleh sebab itu, pada Januari 2016, kperseroan memutuskan untuk membatalkan penawaran pertukaran obligasi jatuh tempo pada tahun 2019 dengan obligasi baru yang akan jatuh tempo pada tahun 2023. (*) Dwitya Putra
Jakarta – Sejumlah komunitas otomotif mengapresiasi kinerja Satgas Nataru Pertamina dalam menjaga ketersedian pasokan bahan… Read More
Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus mendorong ekspor gula aren Indonesia yang semakin… Read More
Jakarta - Karcher Indonesia menghadirkan solusi kebersihan rumah tangga dalam ajang Big Bang Festival 2024,… Read More
Jakarta - Bank Mandiri terus berkomitmen untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat sesuai program yang dicanangkan… Read More
Jakarta – Pemerintah menetapkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun untuk 2025. Hal ini ditetapkan dengan… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus Komisaris PT PLN (Persero), Aminuddin… Read More