Moneter dan Fiskal

Kurangnya Transparansi APBN Dinilai Berisiko Guncang Ekonomi Nasional

Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN dapat berdampak serius terhadap perekonomian nasional. Investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga kini belum merilis data kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Januari 2025, yang seharusnya diumumkan pada akhir Februari lalu. Keterlambatan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kondisi keuangan negara.

Achmad menyebutkan jika laporan APBN Kita terus mengalami penundaan, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu. Pada akhirnya, hal ini dapat memicu berbagai dampak negatif bagi perekonomian.

“Salah satu dampak utama adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya,” kata Achmad dalam keterangannya, Jumat, 7 Maret 2025.

Baca juga: Kemenkeu Sebut Anggaran Rp71 T untuk MBG Tak Bebani APBN, Ini Penjelasannya

Lebih lanjut, Achmad menjelaskan, ketidakpastian fiskal ini bisa memicu capital outflow atau keluarnya aliran modal asing, yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dalam jangka panjang, pelemahan rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

Selain itu, penundaan publikasi APBN Kita juga dapat memengaruhi pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap stabilitas fiskal pemerintah.

“Jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield (imbal hasil) obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran,” tandasnya.

Indikasi Masalah Fiskal yang Lebih Serius?

Achmad menambahkan bahwa jika keterlambatan rilis APBN Kita disebabkan oleh memburuknya penerimaan negara, maka Indonesia mungkin menghadapi tantangan fiskal yang lebih serius dari yang diperkirakan.

Pada 2024, realisasi penerimaan negara mengalami tekanan akibat kebijakan fiskal ekspansif yang bertujuan menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan harga komoditas utama yang terus menurun, kebijakan ini bisa memperlebar defisit anggaran di luar target yang telah ditetapkan.

“Selain itu, belanja negara yang terus meningkat juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan,” paparnya.

Baca juga: Indef Soroti Masalah Fiskal yang Bikin Utang RI Makin Bengkak

Dengan pemilu yang baru saja berlangsung, tekanan politik untuk meningkatkan belanja sosial dan infrastruktur cukup besar. Jika penerimaan negara tidak tumbuh sesuai ekspektasi, defisit APBN bisa semakin melebar, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menambah utang atau mengurangi belanja produktif.

Kekhawatiran Jika Kemenkeu Tidak Segera Merilis APBN Kita

Ketidakpastian akibat keterlambatan publikasi APBN Kita menimbulkan sejumlah kekhawatiran, di antaranya:

  1. Kurangnya transparansi dapat memicu spekulasi negatif di pasar. Tanpa informasi yang jelas, berbagai rumor dan asumsi bisa berkembang, yang berpotensi memperburuk persepsi terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
  2. Kredibilitas pemerintah dalam mengelola keuangan negara bisa dipertanyakan. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki manajemen fiskal yang cukup baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Namun, jika transparansi mulai dikorbankan, maka kredibilitas ini bisa tergerus dan berdampak negatif terhadap daya tarik investasi.
  3. Ketidakpastian dalam kebijakan fiskal dapat mengganggu perencanaan sektor swasta. Banyak perusahaan yang menjadikan data APBN sebagai acuan dalam menyusun strategi bisnis mereka, terutama yang berkaitan dengan investasi dan ekspansi.
  4. Kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana uang negara dikelola, terutama dalam situasi ekonomi yang penuh tantangan.

“Jika pemerintah tidak segera merilis laporan APBN Kita, maka publik mungkin akan mulai mempertanyakan apakah ada sesuatu yang sedang disembunyikan,” pungkasAchmad. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

Dukung Pemulihan, BTN Salurkan Bantuan Rp13,17 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra

Poin Penting BTN telah menyalurkan total bantuan Rp13,17 miliar melalui Program TJSL untuk korban bencana… Read More

4 hours ago

Obligasi Hijau, Langkah Pollux Hotels Menembus Pembiayaan Berkelanjutan

Poin Penting Pollux Hotels Group menerbitkan obligasi berkelanjutan perdana dengan penjaminan penuh dan tanpa syarat… Read More

17 hours ago

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

23 hours ago

Jadwal Operasional BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More

1 day ago

Bank Jateng Setor Dividen Rp1,12 Triliun ke Pemprov dan 35 Kabupaten/Kota

Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More

1 day ago

Pendapatan Tak Menentu? Ini Tips Mengatur Keuangan untuk Freelancer

Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More

1 day ago