Headline

Kuasa Hukum SAT: Pengajuan PK oleh KPK Inkonstitusional

Jakarta – Kuasa Hukum mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), Hasbullah menegaskan, bahwa sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang telah membebaskan kliennya dari jeratan hukum perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) adalah inkonstitusional atau perbuatan melanggar undang-undang.

“Alasannya, KPK sebagai lembaga negara tidak menghormati putusan MA, dalam hal penyebutan terdakwa, Pak Syafruddin ini kan bukan lagi seorang terdakwa karena dia telah dipulihkan haknya sejak putusan kasasi,” kata Hasbullah dalam sidang kedua dengan agenda pembacaan kontra memori PK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rosmina, di PN Jakarta Pusat, Jalan Bugur Raya, Kamis (16/1/2020).

Selain itu juga, lanjutnya, KPK tidak menjalankan Putusan MK yang telah memberikan tafsir konstitutional terkait dengan siapa yang berhak mengajukan upaya PK.

Hasbullah menambahkan, MK sendiri telah memperkuat ketetapan tentang pengajuan PK, di mana yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana. “Tidak menghormati keputusan MK dalam hal KPK itu tidak boleh mengajukan PK yang disebut inkonstitusional dalam MK. MK mengatakan yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana, harus dibaca secara limitatif pasal 263, tapi Jaksa KPK mengajukan PK ini yang disebut inskontitusional dan melanggar hukum SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 4 Tahun 2014 dilanggar,” tegasnya.

Terkait SEMA No. 4 Tahun 2014, Hasbullah menjelaskan, bahwa Surat Edaran Mahkamah Agung itu dengan tegas mengatur bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. “Dalam SEMA No. 4 Tahun 2014 itu disebutkan jaksa penuntut umum itu dilarang untuk mengajukan PK yang boleh mengajukan PK hanya lah terpidana atau ahli warisnya, kenapa karena filosofinya, PK ini adalah suatu upaya hukum luar biasa untuk melindungi hak-hak warga negara yang didzolimi negara melalui putusan hakim, pertanyaannya (dalam kasus) ini negara melawan negara. KPK melawan putusan hakim sebagai negara,” jelas Hasbullah.

Hal tersebut juga bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945 terkait dengan jaminan kepastian hukum.

Meski demikian, Hasbullah sendiri mengaku bisa menerima keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang tetap melanjutkan sidang PK yang diajukan oleh KPK tersebut. “Dari awal majelis hakim memutuskan ini dilanjutkan karena mengikuti prosedur dari PK,” tandas Hasbullah. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

10 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

11 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

12 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

14 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

19 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

20 hours ago