Setelah merosot 2,41% tahun lalu, kredit perbankan 2021 ditargetkan bisa naik 7% hingga 9%. Mampukan obral stimulus moneter dan fiskal menguatkan permintaan kredit dan menarik dunia usaha keluar dari zona merah akibat pandemi COVID-19? Bank mana siap berlari setelah pandemi berakhir?
PRINSIP kehati-hatian masih dipegang erat para bankir. Kendati berbagai stimulus fiskal dan moneter sudah diobral agar bank-bank lebih giat mengucurkan kredit, mereka tetap mencermati kondisi cuaca. Jahja Setiaatmadja, Chief Executive Officer (CEO) Bank Central Asia (BCA), menganalogikan bankir itu ibarat pemain sepak bola yang sekarang sedang bermain di lapangan becek dan licin.
“Kalau lapangan bola sedang kering, setiap pemain bisa berlari kencang untuk mencetak gol. Namun, kalau mereka harus bermain di lapangan setelah hujan, becek, dan licin, maka harus berhati-hati daripada tergelincir dan patah tulang sehingga begitu lapangan sudah kering, tidak bisa berlari dan mencetak gol,” ujar Jahja melalui pesan instan kepada Infobank, Februari lalu.
Sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kredit perbankan 2020 merosot 2,41%, banyak kalangan menilai bank-bank terlalu berhati-hati dan takut pada bayangannya sendiri. Namun, kehati-hatian sendiri sudah menjadi prinsip bank, dan dalam bidang perkreditan mereka itu ibarat ikan yang tak perlu diajari berenang.
Para bankir umumnya menunggu vaksinasi terlaksana secara merata dan mencapai herd imunity sehingga masyarakat merasa aman untuk melakukan mobilitas. Bila permintaan menguat, pasti kucuran kredit meroket kembali.
Mengarungi pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sejak Maret 2020, industri perbankan masih cukup terjaga, terutama dari sisi permodalan dan likuiditas. Namun, yang menjadi perhatian adalah kualitas kreditnya.
Menurut Biro Riset Infobank (birI), ada 19 bank yang mencatat non performing loan (NPL) di atas 5%. Dan, kendati secara industri NPL terjaga di level 3,14% karena relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit, tapi porsi kredit berkualitas rendah meroket.
Loan at risk (LAR) bank umum yang pada akhir 2019 tercatat 7,52%, melonjak menjadi 22,16% per September 2020. Bank di kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 membukukan LAR tertinggi, yaitu 25,81%, sementara bank asing hanya 6,13%.
Posisi LAR saat ini diperkirakan lebih tinggi lagi, di kisaran 25%-28%, dan bank-bank tentu akan memberi perhatian lebih terhadap kondisi aset produktifnya. Caranya dua, melakukan penanganan khusus kredit-kredit berkualitas rendah atau meningkatkan kucuran kredit baru untuk menurunkan rasio LAR.
“Meskipun perbankan ingin meningkatkan portofolio pinjaman agar rasionya membaik, jika kebutuhan kredit masih lemah, tidak bisa dipaksakan,” ujar bankir senior yang menjabat komisaris bank penghuni BUKU 4 kepada Infobank, bulan lalu.
Kendati kehati-hatian mewarnai langkah para bankir, mereka meyakini bisa memasuki fase pemulihan tahun ini.
Lalu bagaimana selanjutnya? Bank-bank mana saja yang siap berlari setelah pandemi? simak di Majalah Infobank terbaru, edisi 515 Maret 2021. Ayo Berlangganan Majalah Digital.
Jakarta – Bangkok Bank sukses mengakuisisi 89,12 persen saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dari Standard Chartered Bank dan… Read More
Jakarta – PT PLN (Persero) dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 membutuhkan investasi mencapai USD700 miliar… Read More
Jakarta - PT Bank Permata Tbk (BNLI) atau Permata Bank memiliki peluang ‘naik kelas’ ke Kelompok Bank… Read More
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai level 8 persen dalam kurun waktu… Read More
Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More
Makassar – PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (Maximus Insurance) menyerahkan polis asuransi jaminan diri… Read More