Oleh: Eko B Supriyanto
Jakarta – Presiden Joko Widodo pagi ini memanggil Direktur Utama dan Komisaris Utama Bank seluruh Indonesia. Pesannya jelas, perbankan terlalu konservatif, kurang berani mengambil risiko yang tercermin dari rendahnya pertumbuhan kredit. Namun sebaliknya, laba bank tahun 2017 tumbuh 23 persen dari kredit yang hanya tumbuh 8 persen.
Menurut Presiden bank-bank sekarang ini tidak berani memgambil risiko. Dan, menurut presiden, risiko terbesar bank ketika tidak mengambil risiko. Tanpa berdebat soal risiko yang ditekankan oleh Presiden, tapi tulisan ini hanya mengupas, mengapa kredit rendah ketika pertumbuhan baik, investment grade yang membaik, inflasi terjaga dan terpenting suku bunga terendah sepanjang sejarah RI. Presiden berkeinginan kredit tumbuh lebih besar sehingga ekonomi tumbuh 5,4 persen.
Menurut pandangan Biro Riset InfoBank mengucurkan kredit sangatlah mudah. Obral kredit itu mudah yang susah kan agar kredit tidak menjadi NPL.
Sejak tiga tahun terakhir, pertumbuhan kredit tidak punya korelasi penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama tiga tahun tiga tahun terkahir kredit hanya tumbuh single digit dan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,01%.
Menurut catatan Biro Riset InfoBank, sebelum tahun 2014 pertumbuhan kredit selalu dalam kisaran 3 sampai 4 kali pertumbuhan ekonomi. Ini artinya, kredit perbankan benar benar mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2014 justru kredit tak punya peran penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Dari mana sumber pertumbuhan ekonomi? Biro Riset InfoBank menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir dari konsumsi yang bersumber dari utang kuar negeri.
Untuk itu, kredit bank tidak bisa dipaksakan dan bukan salah bankir apalagi tidak berani mengambil risiko karena tidak berani mengucurkan kredit.
Ada gula ada semut. Ada bisnis ada kredit bank. Sudah tentu di dunia ini tidak ada bank yang tidak memberikan kredit, karena bank hidupnya dari memberikan kredit — agar ekonomi tumbuh dan memperoleh keuntungan untuk modal memberikan kredit yang lebih besar.
Ada beberapa pertanyaan mengapa kredit tetap seret meski suku bunga rendah? Ternyata suku bunga rendah juga belum mampu mendorong kredit.
Fakta lain bahwa bank tidak punya keberanian dalam memberikan kredit setidaknya tidak benar. Lihat saja angka undisbursed loan atau kredit yang belum terpakai terus mendaki. Angka kredit yang belum terpakai sejak tahun 2014 hingga 2017 terus mendaki. Tahun 2014 masih berkisar Rp1.137 triliun dan tahun 2017 sudah menjadi Rp1.410 triliun. Ini artinya pengusaha tidak mencairkan kreditnya. Bisa jadi pengusaha lebih baik wait and see dari pada tidak bisa mengembalikan kredit.
Faktor lain yang membuat pening bankir adalah banyaknya kredit macet akibat debitur “sontoloyo” yang tidak mau membayar pinjaman dengan main di PKPU.
Kedua, fakta lain sekarang ini banyak perusahaan yang mencari sumber pembiayaan di pasar modal dengan menerbitkan corporate bond dan right issue yang nilainya Rp415 triliun di tahun lalu.
Keberanian memberikan kredit bukan keberanian konyol yang akan membuahkan kredit macet. Persoalan lambat nya kredit bukan persoalan di dalam perbankan sendiri, karena bank ada prudential regulation. Lambatnya kredit karena masalahnya ada di luar perbankan, hukum tidak membela bankir dan daya beli masyarakat masih berlangsung. Ada kontraksi akibat penarikan pajak tax amnesty.
Kebijakan suku bunga KUR 7 persen, secara langsung membunuh kredit UMKM bank bank BPD, swasta dan BPR. Kebijakan ini justru tidak mendorong terciptanya kredit UMKM.
Sektor perbankan membutuhkan kebijakan stimulus. Apakah regulator sudah membuat kebijakan pendorong agar bank-bank memberikan kredit?
Hadirnya Bank Wakaf di banyak pesentren justru tidak banyak mendorong ekonomi, itu lebih banyak kebijakan politis.
Jadi, kredit seret masalah terbesar di luar perbankan. Bankir tak boleh nekad dan sok berani, karena risiko tetap ada di bank dan bankir sendiri, maka tetaplah hati hati. (*)
Penulis adalah Pimpinan Redaksi Infobank
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed kembali memangkas… Read More
Direktur Pemberdayaan dan Layanan UPZ CSR BAZNAS RI Eka Budhi Sulistyo (kanan) dan Seketaris Perusahaan… Read More
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi tengah membrikan sambutan saat Musyawarah… Read More
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto T. Budiman memberikan sambutan saat peluncuran program… Read More