News Update

Koordinasi Kebijakan BI dan Pemerintah Jadi Kunci Cegah Stagflasi

Jakarta – Stagflasi atau situasi pertumbuhan ekonomi stagnan yang diikuti dengan tingkat inflasi tinggi saat ini mengancam perekonomian di setiap negara, termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi risiko stagflasi, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan akan terus melakukan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter dengan pemerintah.

“Bagaimana kita mencegah risiko stagflasi tadi? Intinya adalah bagaimana kita dapat secara bersama menjaga harga, mengendalikan inflasi, dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini lah mengapa koordinasi fiskal dan moneter menjadi penting,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis, 23 Juni 2022.

Perry mengungkapkan pihaknya sudah menandatangani surat kebijakan untuk membantu pemerintah dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III. Dengan ini, BI bisa melakukan pembelian atas SUN/SBSN yang diterbitkan Pemerintah di pasar perdana secara langsung

SKB III berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan 31 Desember 2022. Besaran SBN yang diterbitkan pada tahun 2021 sebesar Rp215 triliun dan tahun 2022 sebesar Rp224 triliun.

Selanjutnya, BI juga melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan kebijakan giro wajib minimum (GWM). Kewajiban peningkatan GWM rupiah untuk bank umum konvensional, yang saat ini sebesar 5% naik menjadi 6% mulai 1 Juni 2022, dan naik bertahap menjadi 7,5% mulai 1 Juli 2022, dan 9% mulai 1 September 2022. Lalu, kewajiban GWM rupiah untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah, yang saat ini sebesar 4% menjadi 4,5% mulai 1 Juni 2022, 6% mulai 1 Juli 2022, dan 7,5% mulai 1 September 2022.

Pemerintah pun juga tidak tinggal diam dalam mengatasi stagflasi. Kementerian Keuangan dengan restu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah menambah subsidi energi senilai Rp500 triliun.

Tambahan subsidi ini akan mampu menahan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kg dan listrik untuk kapasitas di bawah 3.000 VA. Kebijakan ini juga sekaligus menunjukkan ruang gerak fiskal pemerintah yang masih tersedia untuk membantu masyarakat.

Dengan demikian, angka inflasi di Indonesia tidak akan melonjak dengan tajam seperti yang terjadi di beberapa negara. Risiko stagflasi pun bisa dicegah melalui kerja sama fiskal dan moneter dari BI dan Pemerintah. (*)

Evan Yulian

Recent Posts

Konsumsi Meningkat, Rata-Rata Orang Indonesia Habiskan Rp12,3 Juta di 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengeluaran riil rata-rata per kapita masyarakat Indonesia sebesar Rp12,34 juta… Read More

23 mins ago

Laba Bank DBS Indonesia Turun 11,49 Persen jadi Rp1,29 Triliun di Triwulan III 2024

Jakarta - Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba… Read More

57 mins ago

Resmi Diberhentikan dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Saya Terima dengan Profesional

Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More

2 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Merah 0,74 Persen ke Level 7.161

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 15 November 2024, masih ditutup… Read More

2 hours ago

Naik 4 Persen, Prudential Indonesia Bayar Klaim Rp13,6 Triliun per Kuartal III-2024

Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More

3 hours ago

Kebebasan Finansial di Usia Muda: Tantangan dan Strategi bagi Gen-Z

Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More

4 hours ago