Kookmin Masuk, Simpanan Asal Korea di Bukopin Tembus Rp1,6 Triliun

Kookmin Masuk, Simpanan Asal Korea di Bukopin Tembus Rp1,6 Triliun

Jakarta –  Masuknya KB Kookmin Bank sebagai pemegang saham pengendali (PSP) di Bank Bukopin berhasil memberikan dampak positif di tubuh perseoran. Hingga akhir November 2020, Bank Bukopin mengklaim total simpanan asal Korea di bank berkode emiten BBKP ini mencapai Rp1,6 triliun. 

Direktur Utama Bank Bukopin Rivan A Purwantono menyatakan, ekspansi bisnis adalah salah satu strategi perseroan setelah masuknya Kookmin Bank. Salah satu ekspansi tersebut adalah peningkatan diversifikasi portfolio simpanan nasabah yang berasal dari Korean Link. 

Korean Link sendiri, lanjut Rivan, ialah grup yang di bentuk dalam direktorat wholesale banking business Bank Bukopin. Unit baru ini ditujukan untuk menggaet nasabah-nasabah korporasi asal Korea Selatan yang ada di Indonesia.  

“Dengan di dukung brand KB, kami mampu menarik beberapa nasabah Korea dalam kurun waktu yang sangat singkat. Bahkan, kalau di ukur waktu dalam lebih dari 53 hari simpanan dari Korean Link ini mencapai lebih dari Rp1,6 triliun. Ini sebuah perubahan yang baru dan langsung mendapat kepercayaan terutama dari perusahaan-perusahaan Korea Selatan,” tegasnya dalam paparan kinerja kuartal III Bank Bukopin secara daring di Jakarta, Senin, 30 November 2020.

Secara umum, Rivan menegaskan kinerja Bank Bukopin telah mengalami perbaikan setelah masuknya Kookmin Bank sebagai PSP. Fokus perseroan saat ini adalah penguatan likuiditas dan penyelesaian kredit bermasalah. 

“Strategi penguatan likuiditas dilakukan melalui win back, terutama kita menggunakan strategi customer trust, mencetuskan kembali money market line, kemudian kita juga fokus pada nasabah utama, dan pengembangan dana ritel. Sedangkan strategi recovery kredit, dilakukan melalui penguatan struktur bad bank dan pencapaian penyelesaian aset non produktif,” tukas Rivan.

Sebagai informasi, bad bank merupakan grup baru yang dibentuk Bank Bukopin yang dikhususkan untuk mengelola aset buruk termasuk penyelesaian kredit bermasalah, dengan tujuan untuk mempercepat penurunan non-performing loan (NPL) maupun aset yang di ambil alih (AYDA). (*) Bagus Kasanjanu

Related Posts

News Update

Top News