Jakarta – Ekosistem bank digital kian hari kian kuat pertumbuhannya. Bahkan, beberapa di antaranya sudah ada yang memiliki kinerja positif. Bank digital disinyalir juga bisa mengefisienkan biaya operasional perbankan sampai menggaet calon nasabah secara lebih mudah.
Poltak Hotradero selaku Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, banyak hal yang tak relevan dan tak efisien secara biaya yang masih dipertahankan hingga kini oleh lembaga perbankan konvensional.
“Karena banyak yang tidak relevan. Kasir misalnya. Saya mau tanya, temen-temen berapa banyak yang masih ketemu kasir bank saat ini? Jadi, konsep kasir itu sebenarnya tidak relevan. Oleh karenanya, banyak kasir di bank itu yang di-outsource sekarang ini, karena bank tahu kalau maintain talent itu biayanya mahal,” ujar Poltak di Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023.
Baca juga: Terbang 43,57 Persen, BNC Salurkan Kredit Rp10,11 T di Semester I-2023
Ia juga menyinggung soal jaringan anjungan tunai mandiri (ATM) yang dibanggakan oleh lembaga perbankan konvensional. Menurutnya, keberadaan ATM itu tidaklah efisien secara biaya. Ia jelaskan, untuk perawatan satu ATM saja membutuhkan dana Rp100 juta sebulan.
“Jadi, ini semua perlu dipertimbangkan lagi. Lalu, satu lagi masalah soal bank konvensional adalah bank konvensional itu selalu punya masalah soal user acquisition. Kita selalu ke bank karena ada masalah, bukan karena kita butuh hiburan. Kita ke bank kalau bukan mau buka rekening, ya ngurus buku tabungan yang hilang atau yang lainnya,” jelasnya.
Lembaga perbankan kemudian berlomba-lomba menggaet calon nasabah melalui berbagai cara, termasuk menawarkan suku bunga yang kompetitif. Menawarkan suku bunga yang kompetitif tentunya turut meningkatkan beban biaya korporasi.
Ia menganalogikan lembaga bank digital dengan kedai kopi Starbucks. Starbucks tidak memerlukan biaya besar dan strategi yang complicated dalam menggaet calon konsumennya. Kedai Starbucks hanya menawarkan kenyamanan dalam menarik konsumennya.
Baca juga: Perbankan Masih Hadapi Kendala Integrasi Analisis Tingkat Lanjut
“Kalau ada orang bilang Starbuck itu bank, ya menurut saya Starbucks itu kedai kopi. Tapi yang menarik adalah Starbucks pada 2008 merilis apps Starbucks Card Mobile dengan program Starbucks Rewards. Para konsumen Starbucks tiap tahunnya mengisi USD10 miliar ke Starbucks Mobile Apps. Dana endapan dari sini berkisar USD1,6 miliar tanpa harus membayar bunga. Sebagai pembanding, 85% bank di US memiliki aset kurang dari USD1 miliar. Jadi, Starbucks sebenarnya bisa loh jadi bank, bank yang berbentuk kedai kopi,” selorohnya.
“Bedanya bank dengan Starbucks adalah kita ke Starbucks itu sukarela kan, tidak ada yang ‘diseret-seret’. Kita suka hati pergi ke Starbucks. Ada banyak bisnis yang bisa melakukan user acquisition lebih baik daripada perbankan,” tutupnya. (*) Steven Widjaja
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More