Jakarta – Sejumlah maskapai penerbangan telah mengalihkan banyak penerbangan melalui Afghanistan selama sepekan terakhir untuk menghindari wilayah udara Iran.
Imbasnya, pengalihan rute ini menambah waktu perjalanan dan biaya bahan bakar untuk rute antara Asia dan Eropa ketika konflik di Timur Tengah makin memanas.
Dinukil VOA Indonesia, Jumat, 11 Oktober 2024, berdasarkan data pelacak penerbangan FlightRadar24, penerbangan melalui Afghanistan sudah meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, ekspektasi akan respons Israel terhadap serangan rudal balistik Iran ke Israel pekan lalu makin meningkatkan tren tersebut.
Baca juga : Harga Tiket Kerap Naik Tiap Lebaran, KPPU Bakal Panggil 7 Maskapai Penerbangan
Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (European Union Aviation Safety Agency/EASA) pekan lalu mengeluarkan peringatan bagi maskapai penerbangan untuk menghindari wilayah udara Iran.
FlightRadar24 menunjukkan 132 penerbangan di Afghanistan pada 29 September. Pada 2 Oktober, sehari setelah Iran menyerang Israel, jumlah penerbangan di Afghanistan meroket menjadi 176.
Pada 6 Oktober, jumlah penerbangan harian terus meningkat menjadi 222. Pejabat Taliban mengungkapkan, jumlah penerbangan di wilayah Afghanistan dalam beberapa hari terakhir bahkan lebih tinggi dibandingkan data FlightRadar24.
“Secara khusus, selama 5 atau 6 hari terakhir, terdapat sekitar 350 penerbangan transit dalam 24 jam, dibandingkan dengan sekitar 100 penerbangan transit (setahun lalu) sebelumnya,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan dan Penerbangan yang dikelola Taliban Imamudden Ahmadi.
Baca juga : Buntut Keputusan ICJ, Maskapai Israel Hentikan Penerbangan ke Afrika Selatan
FlightRadar24 pada Selasa, 8 Oktober 2024, menunjukkan maskapai penerbangan British Airways dan Singapore Airlines terbang melalui wilayah udara Afghanistan.
Data tersebut tidak menunjukkan perincian maskapai mana yang lebih banyak menggunakan wilayah udara Afghanistan dalam seminggu terakhir. British Airways dan Singapore Airlines tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Banyak maskapai penerbangan mulai mengalihkan rute penerbangan melalui Iran dan Timur Tengah setelah wilayah udara Rusia dan Ukraina ditutup bagi sebagian besar maskapai penerbangan Barat ketika perang Ukraina dimulai pada 2022.
Perubahan rute baru itu menandakan maskapai penerbangan harus melakukan kalkulasi yang sulit karena keamanan wilayah udara di Timur Tengah menjadi lebih berbahaya dan ketakutan akan perang regional meningkat, setahun setelah dimulainya perang Israel-Hamas.
“Pilihan rute yang tadinya sangat terbatas kini bergantung pada beberapa pilihan terakhir yang ada – sehingga Afghanistan menyaksikan lebih banyak penerbangan,” kata Mark Zee, pendiri organisasi berbagi informasi risiko penerbangan, OPSGROUP.
Pengendali lalu lintas udara untuk maskapai penerbangan yang terbang di atas Afghanistan belum tersedia sejak Taliban mengambil alih tiga tahun lalu. Akibatnya, maskapai penerbangan bergantung pada pedoman dari regulator.
“Saya memperkirakan penghindaran terhadap wilayah Iran, dan mungkin Irak, akan berlanjut setidaknya selama beberapa minggu, sampai Israel mengambil tindakan atau situasi menjadi tenang,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More