Jakarta – Kinerja industri jasa keuangan, seperti perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdiri pada 2013 hingga saat ini berada dalam kondisi yang baik di tengah kondisi ekonomi global yang belum pulih.
Total aset perbankan sampai November 2016 mencapai Rp6.582 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57% di Desember 2014 menjadi 23,04% pada November 2016.
Selama 3 tahun terakhir perbankan diawasi OJK, penambahan modal anorganik mencapai Rp27 triliun. Sedangkan dari sisi konsolidasi perbankan telah berjalan baik dengan dilakukannya merger dan integrasi 12 bank menjadi 6 bank.
Transisi pengawasan industri jasa keuangan dari Bapepam dan Bank Indonesia (BI) ke OJK sejak 2013 dan 2014 juga berjalan dengan baik, tanpa ada gejolak saat perpindahannya, dan itu dilakukan OJK berbarengan dengan pembentukan organisasi OJK baik di Pusat dan Daerah.
“Menurut saya kinerja OJK sudah baik dalam menjalankan tugas mengawasi bank dan lembaga keuangan non bank selama ini,” ujar Pengamat Perbankan Paul Sutaryono, di Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Kinerja Industri Keuangan Non Bank juga membaik dilihat dari aset IKNB pada November 2016 meningkat 15,61% menjadi Rp1.869 triliun dibanding posisi tahun lalu. Jumlah entitas lembaga jasa keuangan non bank per November 2016 tercatat sebanyak 1.048 entitas, bertambah 118 entitas dibanding November tahun sebelumnya.
Sedangkan di pasar modal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan akhir Desember 2016 mencatat rekor pertumbuhan 15,32%. Selain itu nilai emisi pada 2016 tercatat sebanyak Rp194,7 triliun atau tumbuh 68,94% dibanding tahun 2015.
Melihat pencapaian kinerja industri keuangan ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan oleh DK-OJK periode kedua 2017-2022. Namun tantangan OJK bukan disitu saja. Menurut Paul, tantangan OJK ke depan bukan suatu yang ringan, karena fenomena yang terjadi di tengah masyarakat saat ini yaitu maraknya penawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil di luar batas kewajaran.
”Tantangan ke depan akan lebih berat, misalnya dalam menepis banyaknya investasi bodong atau investasi abal-abal yang mencuat di permukaan pada akhir-akhir ini,” ucap Paul.
Lebih lanjut dia berharap, DK-OJK di periode selanjutnya dapat lebih meningkatkan edukasi tentang aneka investasi di beberapa kota yang banyak ditawari oleh pelaku investasi bodong dan memberikan berbagai tips untuk mengetahui mana investasi legal dan ilegal.
“Karena tidak semua investor atau masyarakat tahu dengan baik tentang potensi risiko yang akan dihadapi,” tutup Paul. (*)
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah membahas revisi Peraturan… Read More