Kolapsnya SVB jadi Warning bagi Fintech untuk Perkuat Tata Kelola

Kolapsnya SVB jadi Warning bagi Fintech untuk Perkuat Tata Kelola

Jakarta – Menyoal penutupan Silicon Valley Bank (SVB), Indonesia Fintech Society (IFSOC) menekankan bahwa peristiwa yang terjadi di tengah tech winter ini perlu serius dilihat sebagai sinyal dan early warning agar sektor fintech Indonesia segera memperkuat tata kelola perusahaan dan manajemen risiko. 

Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara mengatakan bahwa spekulasi di berbagai kanal media sosial berkembang dengan sangat cepat pasca penutupan SVB oleh otoritas sektor keuangan di Amerika Serikat pada 10 Maret lalu. Menurutnya, di sektor keuangan termasuk fintech, spekulasi yang berkembang liar berpotensi memicu kepanikan masyarakat. 

“Oleh karena itu kami mengapresiasi OJK yang dengan cepat mengeluarkan pernyataan yang menenangkan masyarakat terkait isu ini. Hal ini akan membantu memberikan kepastian informasi, dan mengerem perkembangan berbagai spekulasi yang berpotensi mengganggu kekondusifan sektor keuangan dan fintech di Indonesia,” ucap Rudiantara dikutip, 16 Maret 2023.

Kemudian, ia juga menambahkan bahwa sektor keuangan digital di Indonesia harus tetap waspada dan terus mencermati perkembangan kasus yang terjadi. Dia berharap kondisi sektor keuangan digital dapat semakin stabil di tengah tech winter yang hingga saat ini masih bergulir. 

Di samping itu, Steering Committee IFSOC, Dyah Makhijani, mengatakan bahwa kolapsnya SVB ini perlu diseksamai agar menjadi pembelajaran dalam penguatan dan pengembangan sektor keuangan digital ke depan.

“Upaya mitigasi berupa penguatan tata kelola dan penerapan manajemen risiko yang lebih baik menjadi kunci dalam mewujudkan kontinuitas sektor keuangan digital. Good corporate governance mutlak diimplementasikan untuk menjaga kepercayaan publik yang saat ini sangat antusias dengan perkembangan sektor keuangan digital kita,” ujar Dyah.

Terkait fenomena tech winter yang saat ini sedang berlangsung, Steering Committee IFSOC lainnya, Tirta Segara, berpendapat bahwa kenaikan suku bunga di negara-negara maju karena inflasi yang tinggi secara langsung telah berpengaruh pada kemampuan perusahaan startup termasuk fintech dalam mendapatkan pendanaan murah.

Fenomena tersebut ditambah dengan semakin menurunnya nilai aset likuid bank yang disinyalir berkaitan dengan kejatuhan SVB. Berdasarkan observasi IFSOC, selama tahun 2022 nilai pendanaan startup fintech memang meningkat, akan tetapi dengan jumlah penerima pendanaan yang menurun. 

“Startup fintech telah memasuki babak baru. Saat ini Investor lebih selektif dalam memberikan pendanaan dengan lebih berfokus pada profitabilitas dibandingkan growth,” tambah Tirta Segara.

Adapun, menurutnya kondisi tersebut perlu direspons dengan membangun ekosistem dan model bisnis fintech yang juga lebih fokus pada bottom line ketimbang volume dan growth semata seperti di masa-masa sebelumnya. Hal ini akan mendorong iklim startup fintech lebih sehat dan going concern. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News