News Update

Koalisi Ojol Desak Regulasi Kemitraan yang Adil di Era Ekonomi Digital

Jakarta – Ekonomi digital Indonesia terus tumbuh pesat, didorong oleh perkembangan layanan berbasis aplikasi termasuk ojek online (ojol). Namun di balik pertumbuhan tersebut, muncul sejumlah tantangan struktural yang mulai disuarakan oleh para pelaku di lapangan.

Salah satunya datang dari ratusan pengemudi ojol yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON), yang menggelar aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada 8 Mei lalu.

Aksi ini menyoroti pentingnya regulasi yang mampu menjawab dinamika kemitraan dalam ekonomi digital, tanpa terjebak dalam pendekatan konvensional ketenagakerjaan.

“Kami tahu dari awal, saat mendaftar, status kami adalah mitra. Tapi sampai hari ini, belum ada aturan yang menjamin kemitraan ini adil dan seimbang,” ujar Andi Kristianto, Ketua Presidium KON, dikutip Rabu (14/5).

Baca juga: Pemerintah Panggil Ojol, Aplikator, dan Akademisi Bahas Kontroversi Transportasi Daring

Andi menyebut bahwa narasi yang berkembang tentang perubahan status pengemudi menjadi pekerja tetap cenderung tidak mencerminkan aspirasi nyata komunitas ojol, dan dikhawatirkan justru berpotensi meminggirkan banyak pengemudi, khususnya yang berusia lanjut.

“Kalau dipaksa masuk sistem formal, bagaimana nasib driver berusia di atas 50 tahun? Kita butuh solusi berbasis realitas, bukan copy-paste dari pola kerja lama,” tambahnya.

Dalam lanskap ekonomi digital, hubungan antara platform dan pengemudi berbasis pada model gig economy yang menawarkan fleksibilitas. Namun, ketidakseimbangan dalam relasi tersebut menjadi perhatian utama.

Skema kemitraan yang belum diatur secara khusus dalam perundang-undangan membuat posisi pengemudi kerap lemah dalam hal perlindungan, pendapatan, dan keberlanjutan.

“Kami tidak ingin jadi buruh, tapi juga tidak mau terus-menerus jadi mitra yang dirugikan,” tegas Andi.

Baca juga: Strategi BPJS Ketenagakerjaan Dorong 1,7 Juta Pengemudi Ojol Daftar Jadi Peserta

Koalisi Ojol Nasional mendorong pemerintah untuk tidak menempatkan pengemudi sebagai bagian dari sistem kerja konvensional, melainkan menciptakan regulasi baru, sesuai dengan karakteristik ekonomi digital yang fleksibel, transparan, dan berbasis keadilan antara platform dan mitra.

“Kami bukan bagian dari struktur kerja konvensional. Kami butuh kebijakan yang sesuai zaman,” imbuhnya.(*) Alfi Salima Puteri

Galih Pratama

Recent Posts

BRI Bukukan Laba Rp45,44 Triliun per November 2025

Poin Penting BRI membukukan laba bank only Rp45,44 triliun per November 2025, turun dari Rp50… Read More

10 hours ago

Jadwal Operasional BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting Seluruh bank besar seperti BCA, BRI, Mandiri, BNI, dan BTN memastikan layanan perbankan… Read More

11 hours ago

Bank Jateng Setor Dividen Rp1,12 Triliun ke Pemprov dan 35 Kabupaten/Kota

Poin Penting Bank Jateng membagikan dividen Rp1,12 triliun kepada Pemprov dan 35 kabupaten/kota di Jateng,… Read More

12 hours ago

Pendapatan Tak Menentu? Ini Tips Mengatur Keuangan untuk Freelancer

Poin Penting Perencanaan keuangan krusial bagi freelancer untuk mengelola arus kas, menyiapkan dana darurat, proteksi,… Read More

13 hours ago

Libur Nataru Aman di Jalan, Simak Tips Berkendara Jauh dengan Kendaraan Pribadi

Poin Penting Pastikan kendaraan dan dokumen dalam kondisi lengkap dan prima, termasuk servis mesin, rem,… Read More

23 hours ago

Muamalat DIN Dukung Momen Liburan Akhir Tahun 2025

Bank Muamalat memberikan layanan “Pusat Bantuan” Muamalat DIN. Selain untuk pembayaran, pembelian, atau transfer, nasabah… Read More

23 hours ago