Jakarta – Beberapa partai sudah menjalin koalisi seperti Golkar, PPP, dan PAN dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), serta Gerindra-PKB yang sudah menandatangani piagam deklarasi kerja sama. Tetapi, selama belum ada calon presiden (capres) yang terdaftar, koalisi masih bisa berubah.
“Koalisi tidak bisa katakan koalisi permanen, karena politik itu the art of possibility, politik kemungkinan, perubahan sampai detik terakhir. Kalau titik temu ideologi, historis, program dan kepentingan poling itu belum ketemu equilibrium, garis normal antar berapa kepentingan, masih bisa kita katakan koalisi yang rapuh,” ujar Pengamat Politik dan Kebijakan, Danis TS Wahidin di Jakarta.
Namun keberadaan koalisi politik sangat penting dalam iklim demokrasi. “Koalisi partai politik adalah hal yang harus dilakukan untuk membangun kebersamaan politik,” kata Danis.
Umumnya, model koalisi yang dibangun bernafas nasionalis-religius. Dengan adanya berbagai koalisi ini, dapat dipastikan akan ada 3-4 calon dalam pemilu mendatang. Mereka adalah calon-calon yang baru, segar, memiliki visi-misi, bukti bahwa kaderisasi, semangat kebangsaan tidak mengalami stagnasi, dan demokrasi berjalan secara dinamis.
Tiap koalisi nantinya akan mengajukan siapa Capres dan Cawapres dan visi misinya. Jika Gerindra bersama PKB memunculkan nama Prabowo Subianto kembali turun gelanggang di 2024, berbeda dengan KIB yang lebih mengedepankan pembentukan visi-misi dan program kerja.
“Dalam visi misi itu ditekankan pentingnya politik persatuan karena ini kita menghindari politik yang politik identitas. Kami sengaja me-launching program ke depan yaitu salah satunya program akselerasi transformasi ekonomi nasional atau disebut PATEN, jadi KIB PATEN,” tegas Ketum Golkar, Airlangga Hartarto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengungkapkan, koalisi partai yang telah terbentuk akan terus dinamis sejauh belum ada calon presiden (capres) yang terdaftar secara resmi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Artinya koalisi partai bisa saja berubah.
“Sepanjang belum ada tokoh yang terdaftar di KPU sebagai peserta Pilpres 2024, maka sepanjang itu juga dinamika koalisi masih belum stabil,” ungkapnya.
Menurut Dedi, KIB menjadi koalisi partai yang paling berisiko mengalami perpecahan. Penilaian itu didasarkan pada belum adanya tokoh potensial dari internal. “KIB menjadi koalisi yang paling rentan terpecah, hal ini kaitannya dengan belum adanya tokoh potensial terusung, berbeda dengan PDIP yang telah menyiapkan Puan Maharani, atau Gerindra dengan Prabowo,” tambahnya.
Dedi menambahkan konstelasi Pemilu 2024 masih belum dipastikan hingga partai atau koalisi mendeklarasikan calon untuk berlaga di Pilpres 2024. “Untuk itu, 2024 konstelasinya belum pasti, setidaknya sampai 2023 saat partai mendeklarasikan tokoh-tokoh potensialnya,” jelasnya.
Menurutnya, kedinamisan itu juga bisa dilihat dari beberapa partai yang belum mendeklarasikan calon, seperti PDIP dan Gerindra. “Saat ini sekalipun, termasuk PDIP dan Gerindra, sama-sama belum deklarasikan tokoh capres,” pungkasnya. (*)
Jakarta – Jalur keagenan masih menjadi tumpuan bagi perusahan asuransi jiwa dalam memberikan kontribusi positif terhadap… Read More
Jakarta - Salah satu yang tengah ramai dibincangkan di kalangan industri perbankan global adalah artificial… Read More
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi (tengah) memberikan paparan didampingi Direktur Teknologi Informasi Bank Mandiri… Read More
Jakarta – Digitalisasi menjadi pendorong utama transformasi dalam dunia bisnis moderen. Melalui digitalisasi, perusahaan dapat meningkatkan… Read More
Jakarta - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Bank Indonesia (BI) menggelar acara The 6th… Read More
Jakarta – PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) dan PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential… Read More