Jakarta – Pemangku kepentingan dalam pembangunan Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara, diminta dapat duduk bersama mencari jalan keluar untuk mengatasi konflik internal pemegang saham.
Ketua Umum Indonesia Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, keberlangsungan pembangunan Pelabuhan Marunda sangat penting, sehingga harus ada solusi menyelesaikan sengketa PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN).
“Ini harus mencari jalan yang win-win (menguntungkan kedua pihak), agar kegiatan yang ada di Pelabuhan Marunda itu tidak terganggu dan tetap berjalan, harus mendapatkan solusinya,” ujarnya Carmelita di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Dirinya menilai keberadaan Pelabuhan Marunda sangat dibutuhkan dan dapat dijadikan penopang bagi Pelabuhan Tanjung Priok dengan pelayanan berbeda. “Penting keberadaan Pelabuhan Marunda ini, karena yang dikerjakan barang yang berbeda, jadi sangat penting,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan adanya Pelabuhan Marunda nantinya dapat melayani kegiatan muatan curah seperti batu bara, komoditas cair, dan lainnya, berbeda dengan kegiatan kepelabuhan yang ada di Tanjung Priok.
“Pelabuhan Tanjung Priok lebih banyak berkonsentrasi dengan terhadap kontainer, sementara Marunda mengangkut barang curah,” paparnya.
Dirinya berharap investasi pembangunan Pelabuhan Marunda dapat terus berjalan guna memaksimalkan peralatan yang dibutuhkan, sehingga ke depannya pelayanan kepada pelanggan dapat maksimal.
“Pelabuhan Tanjung Priok, istilahnya dalam investasi alat-alatnya kan sudah banyak, tapi Pelabuhan Marunda harus berinvestasi lebih banyak lagi, bagaimana mereka memberikan servis kepada pelanggan-pelanggannya, dalam hal ini pelayaran barang curah, jadi harapan kami, mereka terus berinvestasi,” tukas Carmelita.
Asal tahu saja, KCN merupakan perusahaan patungan dari PT Karya Takhnik Utama (KTU) dan KBN. Pembangunan Pelabuhan Marunda kini menuai polemik berlarut-larut. Hal ini bermula saat KTU memenangkan tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004.
Setahun kemudian, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% dan KTU 85%.
Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012 usai Posisi Direktur Utama beralih dari Rahardjo ke Sattar Taba. KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, Namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.
Kejadian setelahnya, KBN malah tetap menganggap memiliki saham 50% di KCN. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan pelabuhan marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi. (*)
Jakarta – Presiden Prabowo meminta seluruh anggota kabinetnya untuk menyusun aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)… Read More
Jakarta - PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan… Read More
Suasana saat penandatanganan kerja sama dengan AlQilaa Internasional Group, di Doha-Qatar. Direktur Utama BTN Nixon… Read More
Jakarta - Saat menikmati momen Idulfitri 1446 H, tentunya kita disuguhkan berbagai jenis makanan. Rendang, ketupat… Read More
Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan memangkas beban tarif para pelaku usaha, setelah Presiden… Read More
Jakarta - Bank Sumsel Babel membukukan laba bersih Rp475,80 miliar pada akhir 2024. Secara tahunan… Read More