Jakarta – DBS Group Research melihat fenomena pasar keuangan ekuitas dan obligasi terkoreksi secara sangat tajam secara bersamaan, seperti terlihat pada 2022 yang sangat jarang terjadi di dalam sejarah.
Meski begitu, Chief Invenstment Officer DBS, Hou Wey Fook, mengatakan bahwa dengan imbal hasil obligasi yang melonjak di atas 5% dan valuasi ekuitas kembali ke tingkat rata-rata, pergantian tahun kali ini menyajikan titik awal bagus bagi investor untuk kembali ke portofolio tradisional “60/40”, terdiri atas 60% ekuitas dan 40% obligasi.
“Dengan dihadapkan pada dua tantangan, yaitu peningkatan risiko resesi dan inflasi bertahan tinggi, DBS Group Research mendukung obligasi ketimbang ekuitas, yang dikarenakan kinerja obligasi secara historis lebih baik pada saat adanya ketidakpastian ekonomi, dan kesenjangan lebar antara hasil obligasi-ekuitas pada saat ini,” ucap Hou Wey Fook dikutip 5 Januari 2022.
Kemudian ia juga merangkum setidaknya terdapat enam poin pesan penting untuk investasi di triwulan I-2023. Diantaranya adalah ekuitas margin diskon Amerika Serikat lebih disukai ketimbang Eropa.
“Pasar AS ditandai dengan optimisme penuh kehati-hatian karena investor menunggu transmisi pengetatan moneter Bank Sentral AS melalui perekonomian negara itu, sedangkan belum ada kejelasan terkait prospek ekuitas Eropa karena inflasi tinggi dan kondisi moneter ketat,” imbuhnya.
Lalu, ekuitas Asia kecuali Jepang diuntungkan oleh pembukaan kembali Tiongkok, DBS Group Research menegaskan kembali pandangan konstruktif terhadap Tiongkok mengingat langkah positif pemerintah dalam melunakkan kebijakan Covid-Zero, tantangan sektor perumahan, dan sasaran ekonomi, seperti diperkirakan.
“Pada obligasi, margin diskon dengan peringkat investasi memberikan pendapatan aman dan likuid lonjakan imbal hasil telah meningkatkan daya tarik obligasi, dan peluang telah muncul kembali dalam pendapatan tetap bermutu tinggi,” ujar Hou Wey Fook.
DBS Group Research juga memperkirakan emas akan terus bersinar sebagai aset yang banyak dicari, dan kinerjanya akan bertahan di tengah puncak imbal hasil obligasi dan normalisasi dolar AS.
Selain itu, di sisi komoditas pertumbuhan jangka panjang dan kelangkaan pasokan mendukung logam yang dibutuhkan untuk transisi energi, mengakibatkan harga komoditas tetap bergejolak di tengah hambatan permintaan dan gangguan pasokan.
Terakhir, DBS Group Research juga mempelajari secara seksama tema keamanan dunia maya, komponen penting bagi dunia saat menjalani transformasi digital. Serangan dunia maya semakin lumrah, ditandai dengan hilangnya data rahasia, pencurian kekayaan intelektual, dan gangguan terhadap kelangsungan bisnis.
“Dengan potensi pasar tidak terbatas dan permintaan terus berkembang pesat, kami yakin bahwa keamanan siber akan menjadi salah satu sektor terpenting pada masa depan,” tambahnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More