NASIB salah satu bank besar di dunia, Deutsche Bank AG tengah miris. Bank yang bemarkas di Frankfurt, Jerman ini mendapat sorotan industri keuangan dunia akibat kinerja keuangan yang terus merosot. Efek domino diyakini akan menjadi imbas yang dialami institusi keuangan dunia bila bank yang dikomandoi Paul Achleitner sebagai chairman ini mengalami kerugian berkelanjutan.
Deutsche Bank sebelumnya telah memutuskan untuk menutup bisnis ekuitasnya di kawasan Asia-Pasifik dalam upaya membenahi kinerja keuangan yang tidak lagi berlari kencang. Berdasarkan keterangan resminya awal Juli 2019, bank itu juga akan merumahkan sekitar 18.000 pegawai dalam proses restrukturisasi yang dicanangkan Chief Executive Officer (CEO) Christian Sewing, sehingga tersisa sekitar 74.000 pegawai sampai dengan tahun 2022.
Cerberus, salah satu investor utama Deutsche Bank asal Amerika Serikat, bahkan dikabarkan sudah gerah dengan kinerja bank dan meminta Paul Achleitner mundur dari kursi komando. “Cerberus semakin memberi tekanan (dibanding investor lain),” tukas salah satu sumber yang dekat dengan para investor utama Deutsche Bank sebagaimana diwartakan Financial Times (12/11).
Masih menukil Financial Times, Deutsche Bank dikabarkan mengalami akumulasi kerugian hingga 10 miliar euro sejak Achleitner menjadi chairman pada 2012. Di era komandonya, tiga CEO sudah dipecat. Jumlah pesangon yang dibayarkan bank kepada 17 eksekutifnya bahkan mencapai nilai 83 juta euro.
Di sisi lain, strategi bisnis yang coba diterapkan CEO Christian Sewing masih jauh asap dari api. Rencana bank untuk meninggalkan bisnis ekuitasnya di kawasan Asia Pasifik belum mampu menutup kenyataan penurunan pendapatan yang cukup tajam.
Berdasarkan laporan keuangan bank, kinerja sembilan bulan Deutsche Bank pada tahun ini menunjukkan penurunan pendapatan hampir terjadi di semua lini bisnis, tidak hanya di investment bank. Pendapatan tiga kuartal 2019 di divisi private bank turun 5 persen secara setahunan, sementara di asset management turun 1 persen. Padahal, bank mencoba mendongkrak pendapatan di kedua lini bisnis tersebut sebesar 2 persen per tahun hingga 2022. Hanya lini bisnis corporate bank yang masih mampu membukukan kinerja positif, dengan kenaikan 2 persen secara setahunan.
Kondisi perekonomian global yang masih belum menunjukkan perbaikan secara signifikan, ditambah dengan perang dagang antara AS-China membuat kondisi eksternal semakin keras. Industri perbankan di Tanah Air pun diharapkan bisa memitigasi segala risiko eksternal yang mungkin muncul.
“Bank harus lebih berhati-hati salurkan kredit, khususnya ke sektor yang rentan terdampak resesi seperti komoditas perkebunan dan tambang,” tukas Ekonom Indef kepada Infobank Selasa (12/11).
Sementara itu terkait dengan strategi yang diambil Deutsche Bank untuk mengurangi jumlah karyawan secara signifikan dia menilai dilakukan karena faktor perekonomian yang tengah melambat dan penerapan digitalisasi di industri perbankan. “Kalau di Indonesia dampaknya tidak terlalu besar, porsi karyawan Deutsche Bank dari total karyawan bank di Indonesia tidak signifikan,” tandasnya. (*)
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah membahas revisi Peraturan… Read More