Headline

Kinerja Bank Tetap Oke di Tengah Perlambatan Ekonomi

Jakarta–Di tengah perlambatan ekonomi, kinerja industri perbankan sejak masuk dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2014 menunjukkan kondisi pertumbuhan kinerja yang stabil dengan meningkatnya aset, permodalan, daya tahan dan kondisi likuiditas yang baik.

“Peran otoritas yang signifikan ialah supervisi untuk perbankan. Sehingga kinerja bank sehat meskipun di tengah perlambatan ekonomi. Walaupun memang rasio NPL meningkat tapi kinerja terjaga. Karena buktinya tidak ada bank yang kolaps,” ujar Ekonom dari Bank Mandiri, Andry Asmoro, di Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017.

Sejalan dengan masa periode Dewan Komisioner OJK periode 2012-2017 yang akan berakhir pada 23 Juli 2017 mendatang, dirinya menilai, kinerja kepemimpinan Dewan Komisoner saat ini menunjukkan, bahwa industri perbankan masih dalam kondisi baik meski perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian.

“Sejak diawasi OJK kinerja industri perbankan dalam kondisi yang baik, meski kondisi ekonomi global belum membaik. Sejak diawasi OJK belum ada bank umum yang ditutup,” ucapnya.

Jika dilihat berdasarkan data OJK, total aset perbankan sampai dengan Desember 2016 mencapai Rp6.730 triliun atau meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 22,91 persen pada Desember 2016.

Sementara itu, rasio modal inti (tier 1) juga meningkat dari 18,01% pada 2014 menjadi 21,18 persen pada akhir 2016. Meningkatnya modal inti tersebut menunjukkan membaiknya kualitas bank dalam menyerap risiko-risiko yang muncul.

Sedangkan dari sisi kondisi likuiditas perbankan juga berada dalam posisi yang membaik dengan melihat rasio Loan to deposit (LDR) yang mencapai 90,70 persen atau meningkat dibanding posisi Desember 2014 sebesar 89,42 persen.

“Kondisi perbankan memiliki tantangan untuk menjaga kualitas aset. Khususnya sejak 2016, karena kenaikan NPL namun dari sisi likuiditas di 2016 tercatat masih lebih baik dari 2015,” papar Andry.

Sementara untuk kredit meski pertumbuhannya melambat namun tingkat suku bunga kredit menunjukkan tren penurunan. Nilai kredit perbankan pada 2014 sebesar Rp3.674 triliun, sementara pada 2016 menjadi sebesar Rp4.377 triliun. Rata-rata suku bunga kredit perbankan menurun dari posisi 12,92 persen di 2014 menjadi 12,17 persen di 2016.

“Pertumbuhan kredit memang sengaja di rem bank karena mengejar kualitas aset,” tutup Andry. (*)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

8 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

8 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

10 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

11 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

11 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

12 hours ago