Headline

BI: GWM Averaging Cegah Bubble Likuiditas

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengakui, adanya risiko menggelembungnya (bubble) likuiditas. Maka dari itu bank sentral terus mengeluarkan instrumen moneternya, sehingga diharapkan akan mengurangi risiko pengetatan likuiditas pada perbankan.

Adapun instrumen moneter yang yang dilakukan BI yakni melalui penerapan Giro Wajib Minimum yang wajib dipenuhi secara rata-rata (GWM Averaging). Pasalnya, GWM Averaging dapat menjadi fasilitas likuiditas tambahan bagi bank untuk meningkatkan penyaluran kredit.

Sebagai informasi BI telah menyempurnakan aturan GWM terkait pemenuhan GWM Primer dalam rupiah yang dipenuhi secara harian sebesar 5 persen dari DPK dan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata (GWM Averaging) sebesar 1,5 persen dari DPK dalam rupiah selama periode tertentu.

“Bank sentral itu tugasnya selalu mencegah sebelum terjadi bubble. Nah, itu harus dicegah karena kalau enggak, suatu saat kalau harga itu naik terus, melewati fundamentalnya, kalo bubble pecah, maka ekonomi collapse,” ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Senin, 3 Juli 2017.

Untuk mencegah risiko bubble liuiditas tersebut, kata dia, maka Bank Sentral dirasa perlu untuk mengeluarkan instrumen moneter. Dengan likuiditas yang terjaga maka, bank pun dapat meningkatkan penyaluran kreditnya. Sehingga nantinya pertumbuhan ekonomi nasional akan ikut terdongkrak.

“Sebaliknya, saat ekonomi lesu, agar lesu tak berkelanjutan, maka harus dicegah, lakukan stimulus, berikan subsidi bagi orang miskin, penurunan pajak bagi dunia usaha, menurunkan suku bunga, menurunkan GWM dan lainnya. Intinya adalah bubble harus dicegah, resesi harus dicegah,” ucapnya.

Adapun ketentuan GWM Averaging ini berlaku mulai 1 Juli 2017 dengan masa transisi selama 1 bulan. Dengan adanya kebijakan ini, maka akan memberikan fleksibilitas bagi perbankan dalam mengelola likuiditasnya. Di sisi lain, penerapan GWM Averaging ini, akan membuat sistem moneter semakin baik.

Penyempurnaan aturan GWM Primer tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

9 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

9 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

11 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

11 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

12 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

12 hours ago