Jakarta – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo), Jose Rizal menilai, strategi kebijakan pengelolaan ekonomi pemerintah yang berfokus pada kebijakan fiskal dengan memotong anggaran unit kerja kementrian dan mengejar pendapatan pajak kurang tepat.
“Kebijakan ini mungkin memang memberi sedikit tambahan keleluasaan ruang fiskal, mengatasi defisit anggaran; tapi pemerintah lupa bahwa kebijakan ini memiliki dampak multiplier,” terang Jose, dalam keterangan pers (11/5).
Menurutnya, dengan pemangkasan anggaran kementerian, belanja pemerintah yang selama ini banyak menghidupi industri perhotelan, industri makanan dan industri pendukung lainnya, menjadi kolaps.
“Kinerja ASN pun saya kira akan menurun. Bagaimana mereka menjalankan program, jika tidak tersedia anggaran?,” ujarnya.
Jose menilai, kebijakan fiskal pemerintah saat ini menjadi kontributor terjadinya perlambatan ekonomi. Pemerintah, menurut Jose, harusnya mendahulukan reformasi struktural.
Baca juga: Ini Kebijakan OJK dalam Menghadapi Perlambatan Ekonomi Domestik
“Kalau ini kan kita melihat ada anomali. Di satu sisi, presiden membuat kabinet menjadi lebih gemuk, tapi di sisi lain anggaran dipotong. Saya bukan ekonom, tapi di pikiran saya logika ini gak nyambung.”
Jose berpendapat seharusnya pemerintah lebih fokus pada reformasi birokrasi. Bagaimana misalnya mengurangi kebocoran anggaran, bagaimana mengefektifkan penggunaan anggaran, bagaimana meningkatkan transparansi dan akuntabilitas – termasuk memperbaiki tata kelola lembaga pemerintah dan bagaimana mencegah korupsi. Pemerintah juga perlu mengupayakan restrukturisasi utang.
“Jadi bukan malah memotong anggaran. Atau kalaupun ada pemotongan, ya tetap realistis dengan menyisir mata anggaran yang benar-benar dianggap tidak atau kurang efektif,” sambungnya.
Daya Lenting UMKM
Jose mengingatkan bahwa dalam setiap kejadian perlambatan ekonomi hingga terjadinya krisis, kita tidak pernah mau belajar dari masa lalu.
“Setiap krisis, ekonomi kita terselamatkan oleh UMKM. Perusahaan besar banyak yang gulung tikar, PHK besar-besaran terjadi. Tapi UMKM tetap resilience, mereka punya kemampuan untuk beradaptasi dalam situasi sulit, dan tetap bisa bertahan terhadap gempuran berbagai kesulitan,” tambahnya.
Sayangnya, menurut Jose, dalam situasi normal, kita melupakan jasa-jasa UMKM. Dia menilai, insentif pemerintah terhadap UMKM setengah hati. Pemerintah tidak punya program signifikan untuk mendorong UMKM naik kelas.
“Pemerintah, misalnya, sering punya program kredit perbankan untuk UMKM. Tapi di sisi lain, lembaga keuangan punya persyaratan yang sulit dipenuhi oleh pelaku UMKM. Gelontoran kredit kita terbesar tetap pada usaha skala besar. Jadi bagaimana UMKM bisa maju dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas?,” ungkap Jose.
Karena itu, dalam situasi sulit seperti sekarang, Jose menyarankan pemerintah untuk kembali meninjau kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi.
Baca juga: Dorong Ekonomi Akar Rumput, Amartha Kumpulkan Pakar dan Investor di Asia Grassroots Forum
“Sistem jaring pengaman sosial juga harus diperkuat. Bansos boleh-boleh saja. Tapi insentif ke UMKM jauh lebih bagus. Di Asprindo, kami merancang Kampung Industri dengan ikhtiar memberikan kail, bukan memberikan ikan,” jelas Jose.
Jose juga mengimbau agar pemerintah memperkuat sinergi antara pemerintah dengan swasta. Terutama dalam upaya peningkatan kompetensi SDM.
“Di luar semua itu, ya kembali mengevaluasi semua kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan moneter, bagaimana mencegah inflasi agar kita tidak terperosok lebih dalam. Jika pemerintah tetap mempertahankan kebijakan seperti sekarang, saya kira mustahil mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen,” pungkasnya. (*)