Moneter dan Fiskal

Ketua Komisi XI DPR RI Kritik DJP Tak Seirama dengan Presiden Prabowo

Jakarta – Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 menyatakan bahwa penerapan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada.

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, anehnya perintah yang sudah jelas tersebut tidak bisa diterjemahkan dengan jelas oleh para birokrat di Kementrian Keuangan, khusunya Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Sehingga aturan pelaksanaan nya di PMK sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan dalam penerapannya karena menggunakan dasar pengenaan dengan nilai lain 11/12 dimana ada penafsiran tunggal seakan-akan UU HPP tidak bisa menerapkan tarif PPN dengan multi tarif,” kata Misbakhun dikutip Jumat, 3 Januari 2025.

Misbakhun menambahkan, padahal sangat jelas bahwa UU HPP pasal 7 tidak ada larangan soal multi tarif PPN sehingga tidak ada larangan soal penerapan tarif PPN 11 persen dan PPN 12 persen diterapkan bersamaan sekaligus. Tarif PPN 11 persen untuk yang tidak naik dan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah.

“Tetapi ketika PMK 131 membuat dasar perhitungan yang membingungkan dunia usaha dalam penerapan tarif PPN 11 persen yang tidak naik dengan menggunakan istilah dasar pengenaan lain maka ini menimbulkan pertanyaan soal loyalitas birokrat di Direktorat Jenderal Pajak khusus dirjen pajak dalam menterjemahkan perintah Presiden Prabowo yang sudah jelas,” ungkapnya.

Baca juga: DJP Pastikan Dana Pelanggan yang Terlanjur Kena PPN 12 Persen Akan Dikembalikan

Sedangkan, Kementerian Keuangan dengan PMK Nomor 131 Tahun 2024 menyatakan bahwa atas barang/jasa yang bukan dalam kategori barang mewah dikenakan PPN dengan tarif 12 persen dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), di mana Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai lain. Dalam hal ini 11/12 dari harga jual, penggantian, atau nilai impor.

Kemudian, untuk Masa Transisi pada 1-31 Januari 2025, pengenaan PPN barang mewah dikenakan tarif 12 persen dengan DPP yang sama dengan Barang/Jasa yang bukan barang mewah. 

Misbakhun Presiden Prabowo menghendaki tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen dan bukan 12 persen untuk barang/jasa yang bukan barang mewah, tetapi dalam peraturan tersebut menyampaikan bahwa tarif PPN yang berlaku adalah 12 persen.

Memang DPP atau faktor pengalinya menggunakan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual dengan hasil akhir nilai PPN yang dipungut tetap 11 persen atau PPN tidak mengalami kenaikan tarif. 

“Tetapi peraturan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, di mana beberapa perusahaan retail telah memungut PPN sebesar 12 persen seperti yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak dalam Media Briefing 2 Januari 2025,” imbuhnya.

Persiapan dan pembuatan keputusan yang sangat mepet dengan pelaksanaan perubahan tarif PPN tidak memberikan waktu kepada pengusaha untuk mempersiapkan perubahan di dalam sistemnya. Walaupun pada akhirnya PPN terutang dapat dihitung ulang menggunakan mekanisme pada SPT Masa PPN, tetapi membuat masyarakat harus membayar lebih dari yang seharusnya. 

Baca juga: Potensi Pendapatan PPN Rp75 Triliun Lenyap, Ini yang Bakal Dilakukan DJP

Misbakhun meyatakan sudah seharusnya Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak membuat peraturan dengan bahasa yang lebih sederhana, tidak menimbulkan multi tafsir, dan tetap menggunakan mekanisme penyusunan peraturan yang seharusnya.

“Tidak seharusnya Direktorat Jenderal Pajak membuat penafsiran ataupun membuat ketentuan yang berbeda dengan perintah presiden sehingga bisa berakibat timbulnya ketidakpercayaan masyarakat kepada pemimpin tertingginya,” kata Misbakhun.

Misbakhun menyebut kalau dirjen pajak tidak mampu melaksanakan perintah Presiden Prabowo sebaiknya memilih untuk menulis surat pengunduran diri karena apa yang dibuat soal aturan pelaksanaan teknis ini sudah tidak seirama dengan kemauan dan kehendak Presiden Prabowo .

“Karena punya tafsir subyektif soal pasal UU HPP yang sudah jelas yang berakibat menimbulkan pelaksanaan yg menimbulkan kegaduhan di kalangan dunia usaha,” pungkasnya. (*)

Baca juga: Begini Cara Hitung PPN Barang Mewah setelah Naik 12 Persen
Baca juga: Sri Mulyani Terbitkan PMK Soal PPN 12 Persen, Begini Isi Lengkapnya

Editor: Galih Pratama

Irawati

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

7 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

8 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

11 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

12 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

12 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

14 hours ago