Jakarta – Masyarakat Indonesia dinilai perlu bersikap waspada dengan anomali ekonomi di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebut-sebut lebih optimistis pada 2018. Salah satu langkah antisipasinya adalah dengan mengembangkan dana tabungan dan investasi.
Berdasarkan hasil riset dari lembaga riset pemasaran, Inside ID mencatat rata-rata responden mengalokasikan 13 persen pendapatannya untuk tabungan dan investasi. Dari alokasi untuk tabungan dan investasi tersebut, responden menyisihkan 79 persen ke pundi tabungan, sementara 21 persen lainnya digunakan untuk berinvestasi.
Managing Director Inside ID Andres Christian mengatakan, masyarakat masih lebih tertarik untuk menabung ketimbang berinvestasi. “Orang Indonesia masih lebih memilih untuk bermain aman dengan menempatkan uang mereka ke tabungan yang resikonya cenderung kecil, ketimbang berinvestasi,” ujar Andres dalam risetnya di Jakarta, Jumat, 9 Februari 2018
Meski demikian, kata dia, orang Indonesia kini sudah lebih teredukasi perihal berinvestasi. Ia menyebut bahwa angka rata-rata peminat investasi telah bergerak meningkat, naik sekitar 0,25 persen dari angka rata-rata tahun lalu. Sama halnya dengan investasi, semakin besar pula angka rata-rata peminat tabungan dan deposit di 2017, naik sekitar 0,18 persen. Bahkan, berdasarkan data riset Inside ID, sekitar 40 persen responden memiliki investasi.
Terkait instrumen investasi apa yang menjadi primadona orang Indonesia, Andres menjelaskan bahwa hasil riset menunjukkan emas masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat. Sebab, diketahui bahwa setengah dari responden ternyata mempunyai investasi emas. Investasi lainnya adalah deposit (37 persen), properti (30 persen), reksadana (22 persen), dan saham (17 persen).
“Tak banyak berubah, ternyata masyarakat masih memilih untuk berinvestasi dengan emas, Belum terlalu melek dengan instrument investasi lain,” ucap Andres.
Dia menambahkan, terkait dengan karakter orang Indonesia yang cenderung berinvestasi dengan cara aman, dirinya melihat bahwa investasi paling berisiko, yakni saham, dan memiliki peminat terendah.
Sementara berdasarkan kelompok usia, orang Indonesia yang berusia 31 – 35 tahun dan 41 – 45 tahun lebih cenderung melakukan investasi daripada kelompok usia lainnya. Kelompok usia termuda, 20 tahun ke bawah muda dan kelompok usia tertua, 46 tahun ke atas, adalah kelompok usia dengan angka partisipasi terendah untuk berinvestasi.
Secara detail, data Inside ID juga menangkap kecenderungan berinvestasi berdasarkan jenis kelamin. Ternyata, pria lebih cenderung melakukan investasi daripada wanita.
“Jika dilihat lebih dalam, emas lebih populer ke kalangan perempuan berpendidikan S1 dengan tingkat sosial menengah ke atas. Kalau saham lebih popular ke laki-laki dengan tingkat ekonomi-sosial atas, berlatar pendidikan S1 dan SMA,” paparnya.
Dipaparkan pula data yang mengungkap perbedaan kebiasaan investasi berdasarkan kelas sosial ekonomi. Dimana semakin tinggi kelas sosial ekonomi, semakin besar kontribusi mereka dalam melakukan investasi. Sebaliknya, kelas sosial ekonomi bawah cenderung melakukan penghematan. (*)
Jakarta – Hery Gunardi kembali terpilih sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) periode… Read More
Jakarta – Pilarmas Investindo Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini… Read More
Jakarta - Harga emas merosot ke level terendah dalam tiga minggu pada Rabu, 6 November… Read More
Oleh: Eko B. Supriyanto, Pimpinan Redaksi Infobank Media Group KREDIT “mangkrak” atawa kredit macet usaha… Read More
Suasana saat acara customer gathering bertajuk “The New Way Local Currencies Transaction”, yang digelar di… Read More
Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024… Read More