Jakarta – Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,50% belum lama ini, masih menimbulkan dilema bagi para investor pasar modal.
Demikian hal tersebut seperti diungkapkan oleh Head of Research DBS Group Research, Maynard Arif di Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023. Ia mengatakan bahwa pasar modal tetap akan bergerak volatil jika The Fed masih belum pasti menurunkan suku bunga acuannya.
“Kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi membuat para investor jadi bingung soal kebijakan The Fed, dan ini membuat market jadi lebih volatile. Kita jadi harus benar-benar menunggu kapan The Fed akan menghentikan kenaikan suku bunga atau ada tanda-tanda penghentian kenaikan suku bunga. Sambil menunggu hal itu, kita lihat bahwa potensi volatilitas market itu masih sangat tinggi,” jelas Maynard.
Baca juga: Perkuat SDM Industri Pasar Modal, Ini yang Dilakukan OJK
Menurut Maynard, market butuh kepastian. Selagi kepastian itu belum ada, maka pasar modal tetap berada pada fase dengan volatilitas yang tinggi. Ia juga mengatakan jika kenaikan harga di pasar modal bakal berdampak pada harga produk bukan minyak.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, suku bunga The Fed yang tinggi bakal mendorong kenaikan US treasury yield, yang mana hal itu berpotensi melemahkan indeks saham domestik. Aksi jual bersih atau net sell saham emiten nasional oleh para investor asing pun diprediksi terus berlanjut.
“Kita lihat bahwa ketika US treasury yield itu naik maka yield bond-nya ikut naik. Dan ketika yield bond itu naik, maka saham kita jadi turun. Mengapa? Karena ketika hal itu terjadi, para investor tersebut melihat return di AS lebih bagus ketimbang pasar saham di Indonesia, sehingga mereka akan tarik uangnya keluar,” jelas Maynard.
Berdasarkan data Bloomberg per Jumat (29/9), yield US Treasury tenor 10 tahun berada di level 4,59%. Angka ini naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 4,12%, serta telah melonjak dari level 3,79% pada awal tahun.
Baca juga: Patok Harga IPO Rp780 per Saham, Segini Dana yang Bakal Dikantongi BREN
Meskipun begitu, kata dia, outflow dana dari pasar saham Indonesia masih tergolong relatif lebih kecil ketimbang yang terjadi pada negara-negara Asia Tenggara lainnya. Ia juga memperkirakan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuannya hingga 50 bps pada kuartal IV tahun ini ke level 4,50%.
“Penurunan suku bunga acuan The Fed akan banyak terjadi di kuartal empat tahun ini. Mungkin di akhir kuartal tiga bisa mulai sampai 25 basis poin, tapi 50 basis poin bakal terjadi di kuartal empat. Cuman jujur aja ini masih bisa berubah lagi karena ada pertemuan The Fed terkait suku bunga di akhir bulan ini,” pungkas Maynard. (*) Steven Widjaja
Jakarta – Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) baru saja menghelat Securities Crowdfunding Day 2024.… Read More
Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar bisa menghindari middle income trap.… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More
Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More
Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More