Bandung – Penurunan daya beli masyarakat kelompok menengah bawah, deflasi yang berkepanjangan selama lima bulan berturut-turut, serta penerapan cadangan pengurangan penurunan nilai (CKPN) di tengah potensi kredit bermasalah akan memberatkan pemegang saham BPR. Untuk itu, Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group, mengusulkan ketentuan modal minimum perlu direlaksasi, karena bukan sesuatu yang urgent.
Eko B. Supriyanto, berbicara dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Perbarindo Jawa Barat, 9 Oktober 2024 lalu, menegaskan, jika tidak dilakukan relaksasi tidak tahun ini. Menurut Eko, merujuk pada data Biro Riset Infobank, saat ini saja masih ada 310 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang modalnya belum mencapai Rp6 miliar.
”Itu artinya masih sekitar 20 persen dari jumlah BPR yang ada di Indonesia yang belum memenuhi ketentuan,” katanya.
Bahkan, Eko memperkirakan jumlah 310 BPR yang belum memenuhi modal minimum akan terus bertambah, karena aturan CKPN yang juga jatuh tempo pada Januari 2025 mendatang. Juga, karena kondisi perekonomian yang tidak mendukung untuk melaksanakan ketentuan yang saling tidak mendukung.
”Di tengah hujan kredit macet akibat dampak COVID-19 yang masih terasa, kondisi riil masyarakat bawah menurun daya belinya, banyak PHK, deflasi menyebabkan non performing loan (NPL) BPR juga berat. Pertumbuhan ekonomi secara agregat memang 5 persen, tapi tidak merata dan terjadi penurunan daya beli masyarakat. Sekarang secara rata-rata nasional BPR posisi NPL-nya masih 11-12 persen, ini kan bisa terjadi kerusakan massal pada BPR kalau CKPN dan ketentuan modal minimum secara bersamaan diterapkan,” tegas Eko memberi alasan penundaan batas waktu pemenuhan modal.
Baca juga: Ini Dia Bank-Bank dan BPR-BPR Terbaik Versi Infobank Tahun 2024
Lebih lanjut, Eko setuju dengan besarannya modal, namun akan lebih baik untuk dilakukan relaksasi waktu untuk pelasanaannya. Apalagi, pelaksanaan waktu secara bersamaan antara ketentuan modal inti minimum (MIM) dan penerapan CKPN bagi BPR di akhir tahun 2024 dan Januari 2025.
”Berat, kecuali OJK hendak melakukan punishment terhadap 500 sampai 600 BPR secara massal, ini tidak kondusif di awal pemerintahan baru nanti,” lanjut Eko.
Besarannya modal adalah penting, namun yang perlu diperhatikan, ada baiknya mempertimbangkan kondisi dan sekaligus cakupan wilayah.
“Misalnya, kalau modalnya kecil ya tidak boleh jauh-jauh mainnya atau wilayah operasinya. Nah, kalau mau menembus wilayah lain, tentu modalnya harus lebih besar,” kata Eko.
Saat ini design kebijakan perbankan saja sudah tidak bisa memberi ruang bank kecil untuk tumbuh. ”Segala kenikmatan sudah diberikan kepada bank-bank KBMI 4, untuk bank kecil-kecil seperti BPR tidak diberi ruang untuk tumbuh,” ungkap Eko di hadapan peserta seminar yang diselenggarakan Perbarindo, Jawa Barat.
Selama ini, cara yang ditempuh untuk menambah modal lewat laba yang ditahan, setoran modal pemegang saham dan mencari investor. Tapi tentu dari laba ditahan sulit, dan setoran modal dari pemegang saham juga tidak mudah dalam kondisi saat ini. Bahkan, mencari investor juga tidak mudah.
“Kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja, dan kita semua harus support pemerintahan baru yang ingin meningkatkan pertumbuhan 8 persen,” tegas Eko.
”Lha kalau jumlahnya sampai 500 BPR kan tidak mudah, jadi tidak rugi kalau dilakukan relaksasi penundaan waktu penerapannya, temen-temen OJK bisa memahami itu, kecuali jika ada fraud ya apa boleh buat untuk segera ditindak tegas, tapi kalau soal besar kecilnya modal masih bisa ditawar. Jangan ada kesan, OJK memanjakan bank umum saja yang ada kebijakan tidak ada bank umum yang ditutup kecuali BPR,” lanjut Eko serius.
Apalagi, kebijakan pemerintahan baru Prabowo menetapkan UMKM dan tentunya bank yang 100 persen mendorong UMKM adalah BPR, maka BPR yang mempunyai nasabah kredit maupun dana mencapai kisaran 15 juta nasabah, tentu tetap diberi ruang untuk tetap tumbuh.
”Jangan hanya bicara peran BPR yang masih kecil dalam sektor keuangan, tapi lihatlah berapa keterlibatannya terhadap kehidupan sosial di masyarakat kecil,” tegasnya
Jadi, kata Eko, perlu ditata ulang, apalagi kebijakan BPR tentu tidak bisa disamakan dengan kebijakan seperti bank umum, dan sudah tentu pula kita semua wajib memberi support kepada kebijakan pemerintahan baru Prabowo yang ingin mengembangkan UMKM dan tentunya tidak meninggalkan BPR yang 100 persen ekosistemnya UMKM.
Baca juga: Rating BPR Versi Infobank 2024: 417 BPR Raih Predikat “Sangat Bagus”
“Jalan tengahnya saat ini, adalah beri ruang BPR untuk relaksasi waktu pemenuhan modal minimum. Tidak pada akhir Desember 2024 ini. Apalagi jarak waktu awal Pemerintahan Prabowo dan penerapanan aturan ini hanya berbeda waktu dua bulan, tentu jangan sampai membuat gaduh,” tegas Eko.
Sementara menurut Tedy Alamsyah, Ketua Umum DPP Perbarindo ketika diminta komentarnya tentang usulan relaksasi pemenuhan modal minimum ini sangat setuju.
”Saya sangat setuju usulan relaksasi waktu, mengingat kondisi yang berat bagi BPR saat ini,” katanya kepada Infobanknews.com.
Ketentuan modal inti minimum (MIM) diatur adalam POJK No.5 Tahun 2015, dan bagi BPR yang melanggar akan diturunkan tingkat kesehatan bank, teguran tertulis dan larangan pembukaan dan operasi BPR misalnya. (*)
Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menegaskan peran strategis koperasi, khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam… Read More
Jakarta – Optimisme para pelaku usaha di Inggris terhadap ekonomi di Tanah Air masih solid.… Read More
Jakarta – Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) baru saja menghelat Securities Crowdfunding Day 2024.… Read More
Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar bisa menghindari middle income trap.… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More
Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More