Keuangan

Ketentuan Modal jadi Rp25 Miliar, AFPI Siap Penuhi Aturan POJK No.10

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyempurnaan terhadap aturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.05/2016 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi menjadi POJK Nomor 10/POJK.05/2022. Beberapa hal yang mengalami perubahan diantaranya, nominal modal disetor, pemegang saham pengendali (PSP), dan maksimum pendanaan oleh lender.

Sekretaris Jenderal AFPI dan CEO Dompet Kilat, Sunu Widyatmoko mengatakan, bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah mempersiapkan dan mengantisipasi adanya penyempurnaan POJK No.10 tersebut dan salah satu hal yang diantisipasi adalah terkait dengan masalah ekuitas (modal) yang awalnya hanya sebesar Rp2,5 miliar saat ini menjadi Rp25 miliar.

“Kalau kita lihat yang paling besar apa perbedaan POJK 77 sama POJK 10, memang adalah terkait dengan mandatory modal di stock kalau kita yang POJK 77 relatif kecil kalau sampai berizin itu kalau gak salah Rp2,5 miliar cuma kalau untuk yang ini untuk pendaftar baru itu dia harus menyetor Rp25 miliar jadi selisih yang cukup besar,” ucap Sunu di Jakarta, Jumat, 22 Juli 2022.

Sunu menambahkan, jika terkait dengan ketentuan perubahan pemegang saham tersebut adanya keraguan serta kekhawatiran, karena AFPI sebagai penyelenggara fintech P2P lending merupakan pelaku yang masih baru di industri lembaga jasa keuangan.

“Tentu saja tujuannya adalah baik juga adalah untuk memastikan bahwa industri ini ada bertanggung jawab siapa menjadi pemegang sahamnya, siapa yang menjadi saham pengendali sehingga prudentialnya juga masih bisa terjaga saya melihatnya di sisi situ. Sisi positifnya kita juga akan berkomunikasi dengan ojk kalau namanya keraguan kekhawatiran itu pasti akan selalu ada ya tapi kita melihatnya dari aspek positif,” tambah Sunu.

Kemudian, Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah menambahkan, terkait perubahan maksimum pendanaan oleh lender yang awalnya diizinkan mencapai 90-100%, kini bagi lender yang bukan dari lembaga jasa keuangan dibatasi jumlahnya hingga maksimal 25%. Namun, bagi lender yang dari lembaga jasa keuangan jumlahnya bisa mencapai 75%.

“Tapi semangat dari pasal ini adalah bahwa nggak ada single lender adanya minimum 2 ya. Kalau misalnya satu yang apa namanya private lender itu 25%, 75% nya bisa dari lembaga lembaga jasa keuangan, jadi minimum itu 2 lender dan maksimum ya boleh berapa pun,” ujar Kuseryansyah dalam kesempatan yang sama. (*) Khoirifa

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Banyak Fitur dan Program Khusus, BYOND by BSI Raih Respons Positif Pasar

Jakarta – Super App terbaru dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yaitu BYOND by… Read More

5 hours ago

Pekan Kedua November, Aliran Modal Asing Keluar Indonesia Sentuh Rp7,42 Triliun

Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar (capital outflow) dari Indonesia pada pekan kedua… Read More

8 hours ago

IHSG Sepekan Turun 1,73 Persen, Kapitalisasi Pasar Bursa jadi Rp12.063

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa data perdagangan saham pada pekan 11… Read More

9 hours ago

Top! Baru Setahun, Allianz Syariah Sudah jadi Market Leader

Jakarta – Kinerja PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia atau Allianz Syariah tetap moncer di… Read More

13 hours ago

BPR Syariah BDS Serahkan Cash Waqf Linked Deposit Rp111 Juta ke Warga Yogyakarta

Jakarta - PT BPR Syariah BDS berkomitmen untuk memberikan pelbagai dampak positif bagi nasabahnya di Yogyakarta dan… Read More

1 day ago

Antusiasme Mahasiswa Udayana Sambut Gelaran Literasi Keuangan Infobank

Denpasar--Infobank Digital kembali menggelar kegiatan literasi keuangan. Infobank Financial & Digital Literacy Road Show 2024… Read More

1 day ago