Perbankan; Perolehan laba turun. (Foto: Erman)
Oleh Karnoto Mohamad
TAHUN 2016 adalah tahun yang menegangkan bagi bankir-bankir yang laba banknya anjlok pada 2015. Sebab, penurunan laba yang terjadi dua tahun berturut-turut itu sudah disebut krisis. Bank yang mengalami krisis berarti harus melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi membutuhkan seorang leader yang mampu mengatasi krisis. Dan, para bankir-bankir yang banknya kembali mengalami penurunan laba, juga harus bersiap-siap diganti sebelum masa jabatannya habis karena sudah mengurangi trust dari pemegang saham. Terbukti, bank-bank yang labanya anjlok pada 2013 dan kembali merosot pada 2014, sebagian besar bankirnya pun sudah diganti oleh pemilik.
Jadi, tak ada pilihan bagi bank-bank yang labanya anjlok pada 2015, kecuali harus mencetak pertumbuhan laba tahun ini dengan menggenjot pertumbuhan pendapatan dan meningkatkan efisiensinya. Tantangannya dua hal tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk menggenjot kredit, bank-bank masih menghadapi risiko pasar, permintaan kredit yang belum menguat, dan tren menurunnya kualitas aset produktifnya sejak dua tahun terakhir. Tahun lalu, setidaknya ada 12 bank yang non performing loan (NPL)-nya di atas 5% dari harus memprioritaskan kepada penyelesaian kredit macetnya daripada melempar kredit baru.
Dan untuk meningkatkan efisiensi pun tak mudah, terutama dari biaya operasional dan tenaga kerja yang justru cenderung mengalami kenaikan. Terbukti, bank-bank yang labanya ambas pada 2015 pun disebabkan dua faktor tersebut. Di satu sisi pertumbuhan kreditnya melambat kemudian menekan pendapatan bunga bersih, di sisi lain biaya tak bisa ditahan sehingga biaya operasi dibanding pendapatan operasi (BO/PO) indsutri perbankan pun meningkat. Menurut data Biro Riset Infobank (birI) per September 2015, dari 118 bank umum yang ada, ada 86 bank yang BOPO-nya merangkak. Tapi, kendati BO/PO-nya naik, sebagian masih bisa mencetak kenaikan laba. Sedangkan bank yang menderita penurunan laba ada 54 bank. (Lihat tabel: Peringkat Laba Bank Umum, di Majalah Infobank Nomor 444 Januari 2016).
Ruang pertumbuhan kredit perbankan pada 2016 sangat tergantung kepada kondisi perekonomian. Banyak kalangan menilai bahwa ruang pertumbuhan 2016 lebih besar dari 2015. Pemerintah mengamsumsikan pertumbuhan ekonomi 5,3% dan Bank Indonesia (BI) memproyeksikan peningkatan kredit 12%-13%. Tetapi, cuaca ekonomi global masih dihantui oleh rencana kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserves, pelemahan ekonomi China, penurunan harga komoditas, serta potensi keluarnya aliran modal dari Indonesia ke negara lain.
Kondisi makro perekonomian akan mempengaruhi sektor riil dan imbas berikutnya adalah ekspansi kredit perbankan. Pendeknya, bank-bank masih mendapatkan tekanan dari dari banyak sudut. Selain harus terus mencermati kualitas kreditnya yang sudah ada, kredit baru sulit dilempar karena permintaan masih lemah dan risiko besar, harga dana relatif masih mahal, dan biaya teknologi informasi (TI) semakin mahal karena menguatnya US$.
Poin Penting Laba BRK Syariah kuartal III-2025 naik 3,46 persen menjadi Rp218,20 miliar didorong pembiayaan… Read More
Poin Penting BCA menyiapkan uang tunai Rp42,1 triliun untuk Nataru 2025/2026 agar transaksi nasabah tetap… Read More
Poin Penting Aliran modal asing keluar pada minggu kedua Desember 2025 nonresiden tercatat jual neto… Read More
Poin Penting Pembiayaan Multiguna iB Hijrah Bank Muamalat tumbuh 41 persen secara tahunan (YOY) hingga… Read More
Poin Penting Daniel dan Richard Tsai jadi orang terkaya Taiwan dengan kekayaan USD13,9 miliar dari… Read More
Poin Penting Bank Mega dan Metro menggelar Season of Elegance Fashion Show yang menampilkan karya… Read More