Moneter dan Fiskal

BI: Keputusan The Fed Cenderung Dovish

Jakarta–Bank Indonesia (BI) menilai, keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau (The Federal Rerserve/The Fed) untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 0,25-0,5% menunjukkan bahwa The Fed cenderung dovish atau lebih memilih mempertahankan rezim kebijakan moneter saat ini.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis, 3 November 2016. Menurutnya, The Fed diperkirakan baru akan menaikkan suku bunga acuannya pada akhir tahun ini. “Ketidakpastian pemulihan ekonomi di AS itu jadi pertimbangan bagaimana The Fed akan sikapi dalam keputusan yang akan datang,” ujarnya.

Sebagai informasi, The Fed baru saja mempertahankan suku bunga acuannya di level 0,25-0,5% pada Rabu malam (2/11). Keputusan The Fed tersebut sejalan dengan masih melambatnya laju ekonomi global dan risiko-risiko di pasar keuangan global, salah satunya yang bisa ditimbulkan adalah Pemilihan Presiden AS pada 8 November 2016 mendatang.

Pelaku pasar mempercayai, The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya pada Desember 2016, karena realisasi perbaikan ekonomi AS dan laju inflasi. BI memprediksi, skenario pengetatan moneter oleh The Fed selanjutnya akan dilakukan dengan dua kali peningkatan suku bunga acuan pada 2017 sebesar masing-masing 25 basis poin dan tiga kali kenaikan pada 2018.

Sejauh ini, kata dia, sinyalemen dari pernyataan pembuat kebijakan The Fed cenderung dovish, alias selalu menunjukkan kebijakan untuk dovish. Hal tersebut berbeda dengan Desember 2015 lalu, atau saat kenaikan suku bunga The Fed terakhir, di mana The Fed memberikan sinyalemen untuk agresif atau hawkish.

“Kami lihat dari kemarin sidang Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC) bukan hanya keputusan Fed rate tidak berubah, tapi juga tones komunikasi kebijakan yang beberapa waktu lalu cenderung hawkish, tapi dari kemarin bukan hawkish lagi bahkan dovish,” ucapnya.

Dirinya sependapat, jika Pemilihan Umum Presiden AS pada 8 November 2016 akan memberikan gejolak pada pasar keuangan. Namun, gejolak tersebut, akan lebih terasa di pasar keuangan global. Sementara untuk Indonesia, dampaknya tidak akan terasa signifikan. “Seminggu terakhir terjadi peningkatan ketidakpastian di pasar global. Tapi sejauh ini dampaknya terhadap Indonesia, itu tidak besar,” tutupnya. (*) (Baca juga : Apa Yang Terjadi Jika The Fed Menaikkan Suku Bunganya?)

 

 

Editor: Paulus Yoga

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

CIMB Niaga Dorong Optimalisasi Transaksi Mata Uang Lokal Antarnegara

Suasana saat acara customer gathering bertajuk “The New Way Local Currencies Transaction”, yang digelar di… Read More

4 hours ago

Bank Mandiri Pastikan Penghapusan Utang UMKM Tak Pengaruhi Kinerja Keuangan

Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024… Read More

4 hours ago

Ekonomi Melambat, Bos BI: Konsumsi Kelas Bawah Harus Terus Didorong

Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti pentingnya mendorong konsumsi di kalangan masyarakat… Read More

5 hours ago

Reaksi Negatif Pasar Saham RI saat Donald Trump Menang Pilpres AS, Ini Buktinya

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, 6 November 2024, ditutup merosot 1,44… Read More

6 hours ago

Gandeng Tomoro Coffee, BNI Sekuritas Ajak Gen Z di Depok Melek Pasar Modal

Depok – PT BNI Sekuritas bersama Tomoro Coffee dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menggelar Sekolah… Read More

7 hours ago

CIMB Niaga Dorong Optimalisasi Transaksi Mata Uang Lokal Antarnegara

Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengajak nasabah, khususnya para pelaku usaha… Read More

8 hours ago