Moneter dan Fiskal

Keputusan BI Tahan Suku Bunga 6,75 Persen Dinilai Tepat dan Antisipatif

Jakarta – Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6,75 persen. Keputusan tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.

Menurut Ryan Kiryanto, Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), keputusan BI menahan suku bunga merupakan keputusan yang tepat dan antisipatif. Utamanya dengan mempertimbangkan gejolak temporer di pasar keuangan domestik yang terjadi baru-baru ini.

“IHSG turun cukup drastis pada perdagangan Selasa, (18/3) dan melemahnya nilai tukar rupiah di sepanjang tahun ini,” jelas Ryan kepada Infobanknews, 19 Maret 2025.

Baca juga: BI Sudah Guyur Insentif KLM Rp291,8 Triliun ke Perbankan, Ini Rinciannya

Dia melanjutkan, keputusan BI juga mencerminkan stance pro stability. Ini memang harus menjadi prioritas utama di saat tekanan eksternal yang begitu kuat dampak kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump yang dinilai “anti mekanisme pasar”.

“Terutama dengan kebijakan kenaikan tarif bea masuk barang-barang dari beberapa negara mitra dagang AS yang menikmati surplus dagang yang besar, misalnya China, Meksiko, Kanada dan Vietnam. Ini yang membuat perang tarif berkepanjangan karena perlawanan balik (retaliasi) dari negara-negara tersebut,”tambahnya.

Sementara, adanya revisi ke bawah terkait outlook ekonomi domestik oleh lembaga internasional seperti Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) turut memberikan sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah.

“Beberapa kebijakan dan update data ekonomi yang sempat membuat gaduh seperti Pajak Pertambahan Nilai 12 persen, LPG 3 kg, defisit APBN, dan Danantara, karena kurang efektifnya komunikasi dari pembuat kebijakan juga menurunkan level kepercayaan pasar,” jelasnya.

Baca juga: Tok! BI Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen pada Maret 2025

Untuk meredamnya, kata Ryan, dibutuhkan kebijakan fiskal dan keuangan yang sinergis, serta saling menguatkan dengan kebijakan moneter. Baik melalui kebijakan suku bunga acuan maupun makroprudensial yang tetap mengedepankan stance pro growth.

Hal penting lainnya adalah para pengambil kebijakan mendengarkan dan merespons secara tepat suara-suara pelaku pasar dengan strategi komunikasi yang efektif, serta konstruktif. Cara tersebut diyakini bisa menjaga sekaligus meningkatkan level of trust dari pasar.

“Alhasil, harapannya adalah penguatan kembali rupiah dan IHSG serta indeks-indeks sektoralnya menuju posisi fundamentalnya,” tutup Ryan. (*)

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

6 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

6 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

7 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

8 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

9 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

9 hours ago