Moneter dan Fiskal

Kendalikan Inflasi Daerah, Pemda Harus Optimalkan DAK dan DAU

Jakarta – Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, pemerintah daerah harus mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk pengendalian inflasi daerah. Langkah ini sebagai antisipasi kenaikan inflasi yang diperkirakan masih berlanjut hingga akhir tahun.

“Sebenarnya beberapa strategi dari pemerintah tersebut memang perlu dikombinasikan,” ujar  Eko Listiyanto seperti dikutip di Jakarta, Jumat, 2 September 2022.

Pemerintah juga penting untuk menyediakan ruang penyimpanan (cold storage) di sentra produksi maupun di pasar untuk antisipasi lonjakan permintaan. Selain itu, operasi pasar juga harus dimaksimalkan agar bisa lebih tepat sasaran.

“Namun, beberapa yang paling urgen dilakukan untuk mengendalikan inflasi daerah adalah optimalisasi DAK dan DTU (dana transfer umum)  untuk pengendalian inflasi, cold storage di sentra produksi maupun di pasar untuk antisipasi lonjakan permintaan, serta operasi pasar tepat sasaran,” ucapnya.

Rekomendasi selanjutnya yakni terkait upaya meredam harga pangan dan penguatan sinergi TPIP-TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah)  melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk mempercepat stabilisasi harga. Menko Airlangga meminta kepala daerah yang angka inflasinya di atas nasional untuk dapat menurunkannya dalam hingga di bawah 5%.

Eko menilai, memang GNPIP berperan penting dalam mengendalikan inflasi pangan di daerah. Meski demikian, agar kerja GNPIP semakin optimal, diperlukan dukungan. “GNPIP memiliki posisi strategis karena menjadi wadah koordinasi lintas stakeholders di daerah. Namun demikian tetap diperlukan amunisi anggaran untuk melakukan rekomendasi-rekomendasi stabilisasi harga di daerah, seperti DAK, DTU tersebut,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menko Airlangga menjelaskan berbagai rekomendasi aksi Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam rangka upaya ekstra untuk menstabilkan harga dan ketahanan pangan. Pasalnya, 27 provinsi, 66 Kabupaten/Kota angka inflasinya masih diatas nasional.

“Bapak dan Ibu Gubernur, Bupati, Walikota yang angka inflasinya di atas nasional, diminta untuk dapat menurunkan inflasi dalam bulan-bulan ke depan hingga di bawah 5%,” tegas Menko Airlangga.

Rekomendasi tersebut yakni perluasan kerja sama antar daerah (KAD), pelaksanaan operasi pasar, dan pemberian subsidi ongkos angkut bersumber dari APBN.

Selain itu juga direkomendasikan percepatan implementasi program tanam pangan  pekarangan untuk mengantisipasi tingginya permintaan di akhir tahun, serta penyusunan Neraca Komoditas Pangan Strategis untuk sepuluh komoditas strategis di wilayah masing-masing.

“Dibantu oleh Badan Pangan Nasional direkomendasikan juga penguatan sarana-prasarana untuk produk hasil pertanian, antara lain penyimpanan dengan cold storage, terutama di daerah sentra produksi. Kemudian, penggunaan belanja tidak terduga pada APBD masingmasing untuk pengendalian inflasi sesuai dengan edaran Menteri Dalam Negeri, serta mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan Dana Transfer Umum (DTU),” jelas Ketua Umum DPP Partai Golkar itu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, tren tahunan menunjukkan Kuartal III biasanya terjadi penurunan atau bahkan deflasi. Namun hal ini tidak akan bertahan lama jika pemerintah jadi menaikkan harga BBM.

“Level (inflasi) tahunan ini bisa berubah ketika ada yang diluar kebiasaan, faktor kebijakan. Atau faktor eksternal.  Kebijakan misalnya jika kenaikan BBM pada bulan September, itu langsung inflasinya tinggi, bisa 2-3% dalam satu bulan, kalau dia naik 30% ya,“ kata Faisal.

Faisal menambahkan, inflasi daerah cenderung dinamis, tergantung dari tempat dan kondisi yang berubah. “Jika pemerintah pusat mengatakan agar supaya daerah menekan inflasi, sebetulnya itu  yang paling relevan dalam kontrol daerah adalah pangan. Jadi kalau tidak cukup daerah diimpor dari daerah lain. Mengontrol Produksinya dan stok,  jangan sampai ada kekurangan,” jelas Faisal.

Namun pemerintah daerah pasti akan kesulitan untuk mengendalikan inflasi mereka jika pemerintah pusat memutuskan untuk menaikkan harga BBM. “Kalau BBM  dinaikkan, berarti kebijakan pusat, itu susah dikendalikan oleh daerah, karena dorongan kebijakan kenaikan BBM oleh pusat itu terlalu besar dampaknya dibandingkan usaha yang bisa dilakukan oleh masing-masing daerah,” tutup Faisal. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Wamenkop: Koperasi jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan dan Jeratan Rentenir

Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menegaskan peran strategis koperasi, khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam… Read More

12 mins ago

Presiden Prabowo Bawa Oleh-oleh Investasi USD8,5 Miliar dari Inggris

Jakarta – Optimisme para pelaku usaha di Inggris terhadap ekonomi di Tanah Air masih solid.… Read More

16 mins ago

Tingkatkan Skala Bisnis, Pelaku UMKM Bisa Manfaatkan Securities Crowdfunding

Jakarta – Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) baru saja menghelat Securities Crowdfunding Day 2024.… Read More

32 mins ago

Begini Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan

Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi agar bisa menghindari middle income trap.… Read More

1 hour ago

IHSG Sesi I Ditutup pada Zona Hijau ke Level 7.199

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More

2 hours ago

Maya Watono Resmi Diangkat jadi Dirut InJourney

Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More

2 hours ago