Jakarta – Kenaikan The Fed hingga 2% berpotensi mempengaruhi rupiah. Kendati begitu, pengaruhnya belum tentu signifikan. Demikian diungkapkan Anton Hermanto Gunawan, Kepala Eksekutif Perekonomian Bank Mandiri pada Senin, (6/3), di Jakarta.
Menurutnya, kenaikan The Fed dapat terjadi sebanyak dua hingga tiga kali kenaikan, dan cenderung tidak agresif dan tidak fluktuatif, sebagaimana pengaruh dari kebijakan presiden AS Donal Trump yang berniat mendorong ekonomi Domestik negaranya, Amerika Serikat.
“Ekonomi kita masih punya kekuatan dengan kuatnya arus capital outflow di negara ASEAN dan Asia lebih luasnya. Jadi kenaikan The Fed tidak akan berpengaruh besar pada capital outflow Indonesia.” Lanjutnya.
Anton memprediksi, kebijakan The Fed tersebut cenderung tidak agresif dan tidak terlalu cepat, sebagai pengaruh kebijakan Presiden Donald Trump yang ingin mendorong ekonomi domestik Amerika.
“Sebenarnya, selisih antara suku bunga BI 7-Day Repo Rate dengan suku bunga The Fed masih tergolong cukup longgar jika kenaikan The Fed masih sesuai dengan prediksi yaitu sekitar 1,5%. Dan saat ini sendiri suku bunga BI 7-Day Repo Rate sebesar 4,75%” ujarnya.
Menurutnya, mungkin saja mata uang rupiah dapat menyentuh ke Rp13.800 per dolar, apabila suku bunga Bank sentral Amerika Serikat atau the The Fed naik sebesar 2%.(*) Suheriadi
Jakarta - PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai Central Counterparty Pasar Uang dan Valuta… Read More
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI melalui aplikasi wondr by BNI… Read More
Jakarta - Meski masuk jajaran negara G-20 atau negara dengan ekonomi terbesar, Indonesia rupanya masih… Read More
Jakarta – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menolak rencana pemerintah menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 25 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta - Universal BPR adalah contoh nyata bagaimana bisnis keluarga dapat berkembang dan beradaptasi dengan… Read More