Jakarta – Kenaikan iuran Progam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dinilai tidak serta-merta mengatasi permasalahan defisit keuangan BPJS Kesehatan yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun.
Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Piter Abdullah bahkan menyebut, bilamana Pemerintah menaikan tarif iuran dua kali lipat pun, defisit tersebut belum dapat tertutup.
“Saya berpendapat kenaikan itu tujuannya bukan untuk menutup defisit. Karena naik 100 persen pun saya yakin tidak bisa menutup defisit BPJS Kesehatan,” kata Piter ketika dihubungi Infobank di Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2019.
Hingga saat ini, iuran bulanan BPJS Kesehatan terbagi dalam tiga jenis, yakni Rp25.500 untuk peserta jaminan kelas III, Rp51.000 untuk peserta jaminan kelas II dan tertinggi Rp80.000 untuk peserta jaminan kelas I.
Piter menilai, kenaikan iuran yang bakal dilakukan Pemerintah tersebut hanya untuk menyesuaikan dan meningkatkan layanan kesehatan Rumah Sakit (RS) dengan peran serta dari masyarakat.
Piter juga menyebut, saat ini masih terdapat masalah besar yang membebani keuangan BPJS Kesehatan yang perlu diatasi oleh Pemerintah khususnya Kementarian Kesehatan. Beban tersebut tidak lain ialah praktek tidak wajar dari RS dan fasilitas kesehatan yang membuat tunggakan semakin membeludak.
“Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah praktek moral hazard yang dilakukan oleh dokter dan rumah sakit yang menyebabkan tagihan kepada BPJS Kesehatan menjadi lebih besar. Praktek ini ada dan terus membebani BPJS Kesehatan,” jelas Piter.
Sebelumnya, Pemerintah telah menyepakati adanya kenaikan iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai hal tersebut sebagai langkah untuk memperbaiki defisit anggaran. Namun sampai saat ini besaran kenaikan belum juga diputuskan.
Sedangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat hasil audit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) BPJS Kesehatan sepanjang 2018. Dari hasil audit ditemukan defisit sebesar Rp9,1 triliun yang ditanggung oleh perusahaan hingga 31 Desember 2018.
Tak hanya itu, Kementerian Kesehatanpun telah memiliki hitungan sendiri bahwa pada tahun 2019 ini BPJS Kesehatan dikhawatirkan akan mengalami defisit sebesar Rp28 triliun. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More
Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More
Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More
Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More
Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More