Ekonomi dan Bisnis

Kenaikan Cukai, Bikin Petani Tembakau Makin Sulit

Jakarta – Rencana pemerintah yang akan kembali menyesuaikan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok pada tahun 2021 masih menjadi polemik. Pasalnya, hal tersebut berdampak terutama untuk Industri Hasil Tembakau (IHT) dan para petani.

Seperti diketahui penyesuaian ini dilakukan seiring target penerimaan cukai pada tahun depan sebesar Rp178,47 triliun. Merujuk buku Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2021, target penerimaan cukai tahun 2021 meningkat 3,6% dibandingkan outlook tahun anggaran 2020.

Pada RAPBN 2021, penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp 178,47 triliun. Target penerimaan cukai di 2021, terdiri atas cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp172,75 triliun, sisanya ditargetkan pada pendapatan cukai MMEA, cukai EA, dan penerimaan cukai lainnya sebesar Rp5,71 triliun.

Menanggapi hal ini, Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq mengatakan bahwa daerahnya sebagai penghasil tembakau, terdapat sekitar 55.000 petani yang terdampak dari rencana kenaikan cukai tersebut. Bahkan Ia menyebut bahwa bulan ini petani masih menahan hasil panennya karena harga tembakau masih sangat rendah.

“Saat ini Temanggung lagi panen, namun ini belum ramai, karena harganya belum memuaskan masyarakat. Ini karena harga tembakau di bawah harga ketentuan,” katanya dalam Webinar Akurat Solusi, bertajuk ‘Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai’ di Jakarta, Minggu, 23 Agustus 2020.

Menurutnya, harga tembakau di petani terus menurun karena selama cukai terus dinaikkan oleh pemerintah, maka pihak industri akan terus menekan biaya bahan baku, seperti tembakau. “Karena komponen yang bisa ditekan saat cukai naik dari bahan baku, tidak mungkin mereka menekan, produksi atau tenaga kerja karena ada undang-undangnya,” ucapnya.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Haryanto pun menyatakan, penerapan tarif cukai ini tidak mudah karena ada 4 pilar utama yang mendasarinya. Empat pilar kebijakan cukai tersebut diantaranya, pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal.

Ia mengungkapkan, keempat pilar itu mencerminkan banyak kepentingan baik kesehatan, industri, pertanian, dan tenaga kerja. Namun begitu, Kementerian Keuangan tetap menjaga agar semua kepentingan ini mampu diakomodir meski mengalami kesulitan.

“Inilah sulitnya kementerian keuangan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kesehatan dengan kepentingan perindustrian. Di sisi lain kementerian keuangan juga harus mencari uang. Jadi gimana mengharmoniskan kepentingan tadi. Kesehatan misalnya, konsumsi rokok harus turun, tapi juga disisi lain industri harus hidup, karena ada kepentingan dengan pertanian, tenaga kerja, bagaimana. Jadi kita harus menjaga resultan tadi,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa realisasi penerimaan cukai, hampir setiap tahunnya selalu tercapai sesuai target yang ditetapkan di APBN. Pencapaian target itu berhasil ditorehkan juga pada saat pandemi seperti saat ini. “Mengacu kepada data yang kita peroleh, tahun 2017 lalu capaian target realisasi mencapai 100,2% sedangkan pada tahun 2019 capaian target realisasi naik mencapai 103,8%,” paparnya.

Kemudian, lanjutnya, kontribusi penerimaan cukai paling besar menurut data yang ia tunjukkan, masih dipegang oleh industri rokok, sebanyak 61,4% atau sebesar Rp200 triliun. “Jika kita bandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, Indonesia menjadi nomor 1 kontribusi cukai rokok, kemudian dilanjutkan dengan Filipina sebesar 4,62%,” tukasnya.

Dengan demikian, kata dia, melalui industri hasil tembakau (IHT) tentu saja menimbulkan multiplier effect yang sangat besar. Dirinya memperkirakan efek cukai rokok ini akan memengaruhi sekitar 3,6% kontribusi terhadap GDP.

Sementara itu, Ahmad Heri Firdaus, Peneliti INDEF juga menjelaskan, IHT adalah industri yang sangat strategis yang mempunyai mata rantai industri yang tidak sedikit. IHT ini selalu bersinggungan dengan berbagai kepentingan, dari petani sampai pemerintah, dan juga dari sisi kesehatan.

“Sehingga harusnya ada roadmap besar secara keseluruhan. Dimana ini tahapan goalnya seperti apa, dan ini harus berjalan konsisten dan jangan dari satu sektor saja. Kemudian sejalan dengan peran strategis ini, industri ini tantangannya juga makin beragam. Selain menghadapai kebijakan cukai yang dinamis, kemudian ada tantangan seperti rokok ilegal,” tuturnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Kemenkraf Proyeksi Tiga Tren Ekonomi Kreatif 2025, Apa Saja?

Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More

5 mins ago

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

52 mins ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

57 mins ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

3 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

3 hours ago

Harga Emas Antam Stagnan, Segini per Gramnya

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More

3 hours ago