Jakarta – Industri financial technology (fintech) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Tidak hanya dari segi penyelenggara yang menjamur, masyarakat pun kini banyak melakukan pinjaman melalui fintech. Pasalnya, kemudahan dan kecepatan dalam proses pinjaman menjadi alasan masyarakat memilih melakukan pinjaman melalui fintech dibandingkan cara lainnya.
Seperti yang dialami Diah Amelia, salah saru karyawan swasta perusahaan yang berdomisili di Jakarta ini pun kerap menggunakan jasa fintech peer to peer lending untuk memenuhi kebutuhan mendadak. Berawal dari keisengannya mencoba salah satu aplikasi fintech lewat internet, dirinya kini bahkan telah menjadi borrower untuk beberapa penyelenggara fintech.
“Mudah banget. Aku pinjam di beberapa, ada yang prosesnya agak makan waktu, tapi ada juga yang cepat. Mengajukan, data komplit, nggak sampai setengah jam dana langsung masuk,“ kata dia yang merupakan nasabah Uang Teman, di Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018.
Memang tidak semua penyelenggara fintech bisa mengucurkan pinjaman dengan waktu kurang dari satu jam seperti itu. Namun dari pengalaman Diah ini memunjukkan, bahwa pengucuran dana fintech paling lama hanya berkisar 2-3 hari. Selain meminjam lewat fintech, ia juga pernah meminjam kredit tanpa agunan (KTA) di sebuah bank swasta. Namun, prosesnya lebih memakan waktu panjang.
“Aku ada KTA, tapi itu agak rumit. Prosesnya juga agak-agak panjang. Maksudnya harus ketemu, survei, segala macam. Makan waktunya lebih dari seminggu. Jadi kalau untuk proses lebih cepat, mending fintech,” ujar diam.
Pinjaman dari fintech pun dianggap lebih pasti ketika ada kebutuhan mendesak dibanding dengan melakukam pinjaman pribadi ke orang lain secara konvensional. Pasalnya, ketika meminjam langsung ke orang lain, orang yang dituju belum tentu memiliki dana yang diperlukan. “Ini istilahnya dengan cepat bisa masuk, tanpa harus bagaimana-bagimana segala macam,” jelas Diah.
Baca juga: Cegah Fraud, Regulator Diminta Izinkan Fintech Akses Data Dukcapil
Sejauh ini, dirinya kerap melakukan pinjaman pada akhir bulan. Pinjamannya ke fintech sendiri berkisar Rp1-3 juta. Ia mengakui, bunga yang dipasang oleh penyelenggara fintech memang cenderung lebih tinggi. Hanya saja, ia tidak mempermasalahkannya mengingat kemudahan dan kecepatan proses pinjaman yang ia peroleh.
“Memang ada beberapa fintech bunganya tinggi. Tapi, sejauh ini sangat membantu karena kebetulan mendesak,” paparnya.
Sementara itu, Nancy Simbolon, seorang make up artist juga menuturkan, kecepatan memperoleh dana segar yang diperlukan membuat dirinya lebih memilih fintech, ketimbang lembaga keuangan lainnya. “Waktu itu tiba-tiba ada booking-an cukup banyak, dan ada beberapa alat yang saya belum punya. Jadi harus belanja dulu. Nah, dananya saya pinjam dari fintech,” tambahnya.
Tak banyak nominal yang dipinjam Nancy dari Uang Teman dan beberapa penyelenggara lain. Dari dua kali peminjaman, totalnya hanya mencapai Rp1,1 juta. Pada pinjaman pertama, nominal yang diajukan hanya Rp100 ribu. “Jadi kan dapat rekomendasi dari teman untuk pinjam di situ. Istilahnya coba-coba dulu, kecil dulu. Jadi totalnya Rp1,1 juta,” katanya.
Jangka waktu pengembalian yang dipilih pun terbilang singkat, yakni hanya satu bulan. Menurutnya, banyaknya pilihan jangka waktu pengembalian merupakan kelebihan layanan fintech. Peminjam bisa memilih sesuai kemampuannya mencicil pinjaman. Sedangkan terkait bunga, dirinya tak merasa keberatan. Menurutnya, bunga yang dikenakan masih dalam taraf wajar.
Pengenaan bunga yang cenderung lebih tinggi ia anggap sebagai biaya dari layanan yang diterima. “Prosesnya cepat dan tidak ribet. Wajar saja bunganya lebih besar. Kan kita juga tidak buang-buang waktu untuk mengurus macam-macam,” jelasnya.
Senada, Arief Setianto yang merupakan pegawai Swasta juga mengaku tertarik pada jasa layanan fintech lantaran kemudahan pencairan dana. Bahkan, pinjaman baru bisa dilakukan pada hari yang sama dengan pelunasan pinjaman. “Ada fintech yang begitu lunas dan langsung minjam lagi, pas nggak ada hit, 10 menit kemudian dana bisa kembali masuk,” katanya.
Arief sendiri merupakan borrower dari Kredit Pintar dan Tunaikita. Ia mulai meminjam dana dari fintech sejak enam bulan lalu. Diakui Arief, bunga yang dibebankan ke nasabah cukup tinggi. Namun, bunga tersebut seimbang dengan kemudahan yang diperoleh. “Kalau ke bank so pasti ribet. Fintech itu solusi instan. Dan saya perhatiin, fintech kan ada cap OJK. Intinya memang fintech hidup dari bunga yang lumayan tinggi,” katanya.
Berdasarkan data regulator, saat ini jumlah nasabah fintech terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Pada Januari 2018, akumulasi jumlah borrower baru berjumlah 330.154. Namun, pada Juni 2018, jumlahnya bertambah menjadi 2.264.438. Peningkatan jumlah peminjam ini mendorong tumbuhnya nominal pinjaman, dari Rp3 triliun di Januari 2018, melonjak menjadi Rp7,63 triliun di Juni 2018. (*)
Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More
Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More
Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More
Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More
Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More