Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memaparkan rincian terkait utang perusahaan pelat merah yang menyentuh angka Rp5.271 triliun per September 2018. Kementerian BUMN menegaskan utang BUMN masih terbilang aman. Angka tersebut bukanlah jumlah utang riil.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K. Ro mengatakan, Kementerian BUMN melalui setiap kedeputian teknis selalu memonitor aksi-aksi korporasi BUMN yang mencari pendanaan. “Bentuk nyata monitoring di antaranya adalah dengan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaa (RKAP) dan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) setiap perusahaan,” kata Aloy dalam media brief di Kementerian BUMN, SElasa, 4 Desember 2018.
Aloy mencontohkan, untuk BUMN sektor keuangan, per September 2018 total utang tercatat Rp3.311 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp2,448 triliun (74%) di antaranya adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Rp335 triliun (10%) merupakan cadangan premi dan akumulasi iuran pensiun. Sisanya sebesar Rp529 triliun merupakan utang lain-lain.
Baca juga: Pemerintah Targetkan Dividen BUMN Jasa Keuangan Rp30,23 Triliun
“Jadi tidak semuanya utang riil. Tapi secara administrasi memang dicatatkan sebagai utang,” kata Aloy. Sebagai perbandingan, dari 10 BUMN penyumbang liabilitas terbesar senilai Rp4.478 triliun, utang berbunga tercatat sebesar Rp1.731 triliun.
“Misalnya BRI itu kan total liabilitasnya Rp1.008 triliun, tapi itu bukan utang sesungguhnya. Sebesar Rp873 triliun di antaranya adalah DPK. Total utangnya hanya Rp135 triliun,” lanjut Aloy.
Aloy menegaskan Kementerian BUMN yakin kondisi keuangan perusahaan pelat merah masih sehat. Salah satu indikasinya adalah total aset yang terus tumbuh di mana per September 2018 tercatat sebesar Rp7.718 triliun. Dari debt to equity ratio (DER) BUMN juga dinyatakan aman. DER perusahaan BUMN di masing-masing sektor mayoritas masih di bawah rata-rata DER industri. Misalnya sektor transportasi, rasio DER BUMN sebesar 1,59 kali sementara rata2 industri berada di posisi 1,96 kali. Sektor energi, BUMN 0,71 kali, sementara rata-rata industri 1,12 kali. Sektor telekomunikasi, DER BUMN di posisi 0,77 kali, sementara industri pada posisi 1,29 kali.
Adapun BUMN perbankan yang sedikit di atas industri yaitu sekitar 6 kali, dimana rata-rata industri sebesar 5,66 kali. Begitu pun dengan sektor properti dan konstruksi, DER BUMN mencapai 2,9 kali sedangkan rata-rata industri sekitar 1,03 kali. “Hal tersebut menggambarkan peningkatan ekspansi dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri,” tegas Aloy. (Ari A)
Suasana saat acara customer gathering bertajuk “The New Way Local Currencies Transaction”, yang digelar di… Read More
Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024… Read More
Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti pentingnya mendorong konsumsi di kalangan masyarakat… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, 6 November 2024, ditutup merosot 1,44… Read More
Depok – PT BNI Sekuritas bersama Tomoro Coffee dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menggelar Sekolah… Read More
Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengajak nasabah, khususnya para pelaku usaha… Read More