Jakarta – Tahun 2023 lalu, Indonesia bertengger di posisi ketiga berdasarkan Global Islamic Economy Indicator (GIEI), di bawah Malaysia dan Arab Saudi. Ini menunjukkan bahwa geliat ekonomi syariah di Indonesia berjalan dengan baik.
Meskipun begitu, Arif Satria, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), mengungkapkan beberapa aspek yang bisa ditingkatkan terhadap ekonomi syariah Tanah Air. Menurutnya, ada beberapa contoh negara yang bisa Indonesia jadikan contoh.
Misalnya, Uni Emirat Arab (UEA) dan Turki. Meskipun secara posisi, kedua negara ini masing-masing ada di posisi ke–4 dan ke-7, mereka mampu meraih skor tertinggi pada aspek “muslim friendly travel”, masing-masing sebesar 136,2 dan 161,8.
Baca juga: Simak! Berikut Langkah Kunci Rekomendasi BPKP Terkait Penguatan Tata Kelola BUMN
Sementara, Indonesia hanya memiliki skor 60,7. Menurut Arif, ini ada kaitannya dengan sektor penerbangan atau dirgantara dari negara-negara tersebut, yang membuat skor pada aspek tersebut menjadi sangat tinggi.
“Etihad, Emirates, dan Turkish Airlines, sekarang maskapai yang luar biasa, karena mereka menjadikan posisi negara sebagai hub (pusat). Dubai, kemudian Abu Dhabi, satu lagi Istanbul,” terang Arif dalam sesi Academic View 2025: Masa Depan BUMN dan Keuangan Syariah di Era Pemerintahan Baru, Kamis, 3 Oktober 2024
“Sehingga wajar, indikator travel halal ini, ini saya kira sangat terkait dengan bagaimana industri di bidang yang supporting travel, khususnya maskapai penerbangan, ini memberi support yang sangat dahsyat,” imbuhnya.
Hal ini juga terlihat dari maskapai-maskapai ini yang mulai bisa bersaing dengan maskapai dari Eropa, seperti Lufthansa dari Jerman atau British Airways dari Inggris. Sehingga, aspek travel yang ramah bagi wisatawan Muslim bisa meningkat.
Arif juga mencontohkan Singapura, yang memiliki peringkat “pharmaceuticals and cosmetics” tertinggi di 10 besar daftar GIEI ini, mencapai 79,9. Ini disebabkan karena research and development (R&D) di Singapura yang mengakomodir pembuatan produk obat dan kosmetik yang halal.
Baca juga: INDEF Ungkap Penghambat Penerapan Ekonomi Sirkular di RI
“Singapura di-support R&D yang kuat. Karena NUS, National University of Singapore, memiliki satu ekosistem inovasi yang sangat-sangat dahsyat sekali,” papar Arif.
Perguruan tinggi di Singapura memang diminta untuk melakukan riset dan pengembangan terhadap produk-produk seperti ini, yang nilai ekonominya tinggi. Arif menilai, ini sudah mengakar di negara tetangga Indonesia, sehingga jauh lebih maju. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Kandidat Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris dan Donald Trump, saat ini tengah bersaing… Read More
Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) perihal hapus tagih… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah buruh di Indonesia per Agustus 2024… Read More